Berkaitan dengan tujuan umum perusahaan sebagai maksimisasi kemakmuran pemilik, Jensen dan Meckling (1976) menguraikan bahwa pemisahan antara pengelola dan pemilik perusahaan sangat rentan terhadap masalah yang disebut sebagai masalah keagenan (agency problem). Meraka menjelaskan bahwa sebuah perusahaan adalah pusat kontrak antara individu yang berpartisipasi dalam operasi perusahaan. Dalam teori ini, digambarkan sebuah hubungan dalam perusahaan sebagai suatu kontrak antara pemilik (principal) dengan bagian lain (agen) untuk melakukan usaha bagi kepentingan principal, dan pihak principal menyerahkan keputusan pelaksanaan kepada pengelola atau agen.
Kemudian, masalah keagenan juga akan timbul jika pihak manajemen atau agen perusahaan tidak atau kurang memiliki saham biasa perusahaan tersebut. Karena dengan keadaan ini menjadikan pihak manajemen tidak lagi berupaya untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan dan mereka berusaha untuk mengambil keuntungan dari beban yang ditanggung oleh pemegang saham. Cara yang dilakukan pihak manajemen adalah dalam bentuk peningkatan kekayaan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas perusahaan. Dijelaskan dalam Jensen dan Meckling (1976), Jensen (1986), Weston dan Brigham (1994), bahwa masalah keagenan dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu; (1)antara pemegang saham dan manajer, dan (2)antara pemegang saham dan kreditor. Jika suatu perusahaan berbentuk perusahaan perorangan yang dikelola sendiri oleh pemiliknya, maka dapat diasumsikan bahwa manajer–pemilik tersebut akan mengambil setiap tindakan yang mungkin, untuk memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam bentuk peningkatan kekayaan perorangan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas eksekutif. Tetapi, jika manajer mempunyai porsi sebagai pemilik dan mereka mengurangi hak kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual sebagian saham perusahaan kepada pihak luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera timbul. Keadaan ini menjadikan manajer mungkin saja tidak sedemikian gigih lagi untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham karena jatahnya atas kekayaan tersebut telah berkurang sesuai dengan pengurangan kepemilikan mereka. Atau mungkin saja manajer menetapkan gaji yang besar bagi dirinya atau menambah fasilitas eksekutif, karena sebagian di antaranya akan menjadi beban pemegang saham lainnya.
Kemungkinan timbulnya pertikaian di antara kedua kelompok ini, yaitu principal dan agen merupakan salah satu bentuk umum dari masalah keagenan. Dalam artikel berikutnya, Jensen (1986) mengemukakan masalah agensi dapat terjadi karena free cash flow yaitu kelebihan kas atas jumlah yang dibutuhkan untuk mendanai investasi yang positif. Keberadaan free cash flow yang terlalu banyak akan mempengaruhi perilaku manajer sehingga muncul keputusan-keputusan yang salah (adverse selestion) yang tidak mencerminkan kepentingan pemegang saham. Untuk mengatasi hal ini menurut Jensen tersebut digunakan utang, karena utang dapat mengontrol kinerja manajer dan sebagai ancaman bagi manajer untuk bekerja lebih efisien.
Untuk menjamin kepatuhan agar para manajer melakukan yang hal terbaik bagi pemegang saham secara maksimal, maka perusahaan harus menanggung biaya agensi, yang bisa berupa; (1)pengeluaran untuk memantau tindakan manjemen, (2)pengeluaran untuk menata struktur organisasi sehingga kemungkinan timbulnya perilaku manajer yang tidak dikehendaki moral hazard semakin kecil, (3)biaya kesempatan karena hilangnya kesempatan memperoleh laba sebagai akibat dibatasinya kewenangan manajemen, sehingga tidak bisa mengambil keputusan secara tepat waktu, padahal seharusnya hal itu bisa dilakukan jika manajer tersebut juga menjadi pemilik perusahaan.
Ada dua posisi ekstrem untuk menagani masalah keagenan. Di satu sisi, di mana imbalan manajer perusahaan hanya berupa saham-saham saja, maka biaya keagenan akan sangat kecil karena para manajer kurang terdorong untuk mengambil gaji, kesenangan, dan fasilitas eksekutif yang berlebihan. Tetapi sangat sukar mencari manajer yang bersedia bekerja dengan persyaratan ini. Di sisi lain, pemilik bisa melakukan pengawasan ketat atas setiap tindakan manajemen, namun pilihan ini akan memakan biaya yang besar dan tidak efisien. Pemecahan terbaik ada di antara kedua ekterem tersebut, yaitu di mana imbalan eksekutif dikaitkan dengan prestasinya yang diikuti dengan pemantauan sampai tingkat tertentu. Dijelaskan dalam Brigham et al. (1999) bahwa terdapat sejumlah mekanisme yang cenderung mendorong manajer melakukan hal terbaik untuk pemegang saham, yaitu; (1)ancaman pemecatan, (2)ancaman pengambilalihan, dan (3)pembenahan struktur dan insentif manajer. Tindakan manajer untuk menaikkan harga saham atau menjaganya agar jangan sampai turun jelas menguntungkan bagi pemegang saham, hal ini dilakukan antara lain dalam kaitannya dengan adanya ancaman-ancaman dari para pemegang saham sebagai pemilik perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar