Kebijakan dividen merupakan salah satu keputusan yang harus diambil berkaitan dengan harapan return oleh investor. Kebijakan dividen menyangkut tentang penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya laba dapat dibagikan sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali. Besar kecilnya dividen ini merupakan trade–off antara porsi keuntungan yang akan dibayarkan sebagai dividen dan porsi keuntungan yang akan ditahan di dalam perusahaan sebagai bagian dari komponen internal financing. Apabila perusahaan memilih membagikan laba sebagai dividen, maka kebijakan tersebut akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber dana intern atau internal financing. Sebaliknya, apabila perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan dana intern akan semakin besar. Jadi, permasalahan yang dihadapi adalah kapan keuntungan atau laba tersebut ditahan dan kapan laba dibagikan sebagai dividen dengan mempertimbangkan tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan. Dengan demikian untuk mendapatkan keputusan tentang kebijakan yang optimal, maka kebijakan dividen ini harus dianalisis dalam kaitannya dengan keputusan pembelanjaan atau penentuan struktur modal secara keseluruhan.
Ketika manajer memutuskan berapa kas yang didistribusikan kepada pemegang saham, maka manajer harus selalu mengingat dan mempertimbangkan bahwa tujuan perusahaan adalah maksimisasi shareholder value. Konsekuensinya target dividend payout ratio yang didefinisikan sebagai persentase dari net income yang dibayarkan sebagai cash dividend harus didasarkan pada preferensi investor terhadap dividend vs capital gain, apakah mereka lebih menyukai dividen atau capital gain.
Berdasarkan preferensi investor tersebut konsep teori kebijakan dividen yang masih menarik diperdebatkan adalah; (1)dividen tidak relevan (Irrelevance dividend Modigliani dan Miller–1961), (2)dividen dibagikan sebesar-besarnya (bird-in-the-hand Gordon, 1962 dan Litner, 1963), dan (3)dividen dibagikan sekecil-kecilnya (tax preference Litzenberger dan Ramaswamy–1979) karena dividen masih merupakan puzzle terhadap nilai perusahaan (Baker et al., 2002).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar