Bagaiman Maestro

Minggu, 18 September 2011

Kebijakan Struktur Modal

Struktur modal merupakan perimbangan jumlah utang jangka pendek yang bersifat permanen, utang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa.  Tujuan pokok manajemen struktur modal adalah menciptakan suatu kombinasi sumber dana permanen sedemikian rupa sehingga mampu meningkatkan nilai perusahaan.  Sumber-sumber dana yang memunyai beban tetap, yaitu obligasi, utang dan saham preferen harus proporsional dikombinasikan dengan saham umum sesuai dengan kebutuhan investasi untuk meningkatkan nilai perusahaan. Permasalahannya adalah bagaimana menyeimbangkan sumber-sumber dana tersebut sehingga mendapatkan suatu kombinasi struktur modal yang optimal.
Teori struktur modal modern menjelaskan tentang pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan. Evolusi teori struktur modal modern ini dimulai dari hasil penelitian David Durend (1952) dan menghasilkan beberapa pendekatan seperti yang dijelaskan Brigham et al., (1999), yaitu; (a)Net Income approach (NI), (b)Net Operating Income (NOI), dan(3)Traditional Approach,. Relevansi ketiga pendekatan tersebut dengan nilai perusahaan dirangkum dalam grafik-grafik pada gambar 1 sebagai berikut:


Gambar 1. Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan
Pendekatan laba bersih (Net Income) mengasumsikan bahwa investor mengkapitalisasi atau menilai laba perusahaan dengan tingkat kapitalisasi yang konstan dan perusahaan dapat meningkatkan jumlah utangnya dengan biaya utang yang konstan pula. Karena biaya modal saham dan biaya utang adalah sama, maka semakin besar utang yang digunakan perusahaan, biaya modal rata-rata tertimbang akan semakin kecil. Jika biaya modal rata-rata tertimbang semakin kecil sebagai akibat penggunaan utang yang semakin besar, maka nilai perusahaan akan meningkat. Persoalannya adalah apakah dalam kenyataannya ada perusahaan dapat memperoleh pembiayaannya dengan 100% utang.
Pendekatan kedua adalah laba operasi bersih (Net Operating Income) mengasumsikan bahwa investor memiliki reaksi yang berbeda terhadap penggunaan utang oleh perusahaan. Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang adalah konstan berapapun tingkat utang yang digunakan oleh perusahaan. Pertama, diasumsikan bahwa biaya utang konstan seperti halnya dalam pendekatan Net Income. Kedua, penggunaan utang yang semakin besar, oleh pemilik modal sendiri dilihat sebagai peningkatan risiko perusahaan. Oleh karena itu tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan meningkat sebagai akibat meningkatnya risiko perusahaan oleh utang. Konsekuensinya adalah biaya modal rata-rata tertimbang tidak mengalami perubahan dan dalam situasi ini keputusan struktur modal menjadi tidak penting.
Pendekatan ketiga disebut dengan pendekatan tradisional (Traditional Approach). Diasunsikan dalam pendekatan ini bahwa hingga satu leverage tertentu, risiko perusahaan tidak mengalami perubahan, sehingga biaya modal baik utang (Kd) maupun saham (Ke) relative konstan. Tetapi setelah leverage atau rasio tertentu, biaya utang dan biaya modal sendiri meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri ini akan semakin besar dan bahkan akan lebih besar daripada penurunan biaya karena penggunaan utang yang lebih murah. Akibatnya biaya modal rata-rata tertimbang pada awalnya menurun dan setelah leverage tertentu akan meningkat. Oleh karena itu nilai perusahaan pada awalnya meningkat dan kemudian menurun sebagai akibat penggunaan utang yang semakin besar. Dengan dimikian menurut pendekatan tradisional ini terdapat suatu struktur modal yang optimal untuk setiap perusahaan.
Periode setelah David Durand (1952) terdapat 3 (tiga) teori struktur modal yang populer dan banyak dianut oleh para akademisi, yaitu model (1)Modigliani–Miller (MM), (2)tradeoff/balancing, dan (3)pecking order.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar