Bagaiman Maestro

Selasa, 20 September 2011

PANDANGAN FILOSOFIS DAN IMPLEMENTATIF PEMBANGUNAN BIDANG AKUNTANSI SECARA BERKELANJUTAN


Persoalan Lingkungan di Indonesia
                        Isu lingkungan bukan lagi merupakan isu yang baru. Persoalan lingkungan semakin menarik untuk dikaji seiring dengan  perkembangan teknologi dan ekonomi global dunia. Secara perlahan terjadi perubahan yang mendasar dalam pola hidup bermasyarakat yang secara langsung atau tidak memberikan pengaruh pada lingkungan hidup. Indonesia sebagai negara sedang berkembang tidak terlepas pula dalam persoalan lingkungan yang semakin hari semakin terasa dampaknya. Era industriaisasi di satu pihak menitik beratkan pada pembangunan teknologi seefisien mugkin sehingga terkadang mengabaikan aspek-aspek lingkungan. Kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya arti lingkungan mulai tumbuh secara peralahan-lahan. Kesadaran ini tentunya menjadi modal dasar sebagai sistem kontrol bagi perusahaan-perusahaan sehingga efek samping industrialisasi perusahaan dapat termarjinalkan. Aktualisasi kesadaran ini mulai kelihatan dengan gencarnya reaksi masyarakat terhadap perubahan yang terjadi dari suatu sistem. Pembuangan air limbah dari satu industri atau penebangan hutan yang menyimpang selalu menjadi sorotan tajam.
                        Persoalan lingkungan dengan pencemaran limbah misalnya, banyak perusahaan-perusahaan telah diberhentikan operasionalnya karena masalah lingkungan yang dicemarkan oleh perusahaan tersebut. Sebagai contoh, isu tentang pencemaran limbah oleh PT. Indorayon beberapa tahun lewat di Porsea Sumatra Utara yang berdampak pada diberhentikannya operasional perusahaan oleh pemerintah karena adanya permasalahan lingkungan dan masalah masyarakat sekitar industri. Isu lainnya berkaitan dengan beberapa perusahaan kertas di Riau yang mendapat protes dari masyarakat setempat sehubungan dengan permasalahan limbah industri dan pencemaran lingkungan. Belum lagi persoalan PT. Lapindo Brantas di Sidoarjo dengan lumpur yang tiada henti-hentinya mengakibatkan kerusakan lingkungan dan menelantarkan ribuan masyarakat sekitar, yang sampai hari ini belum juga terselesaikan. Contoh lainnya berkaitan dengan isu Clean Government, isu ini bekaitan dengan perubahan sistem perundang-undangan lingkungan hidup telah menjadi sorotan tajam di berbagai media.
                        Polusi dan pengelolaan limbah yang buruk membawa dampak negatif yang tinggi terhadap perekonomian Indonesia. Bank dunia mencatat akibat pengelolaan limbah yang buruk mengakibatkan:
1.      Total kerugian ekonomi dari terbatasnya akses terhadap air bersih dan sanitasi, diestimasi secara konservatif adalah sebesar 2 persen dari PDB tiap tahunnya.
2.      Biaya yang timbul dari polusi udara terhadap perekonomian Indonesia diperkirakan sekitar 400 juta dollar setiap tahunnya.
3.      Biaya yang timbul akibat polusi udara di wilayah Jakarta saja diperkirakan sebanyak 700 juta dollar pertahunnya.
Biaya-biaya yang biasanya lebih banyak ditanggung oleh kelompok yang berpendapatan rendah karena dua sebab. Pertama, merekalah yang memiliki kemungkinan besar terkena dampak dari polusi. Kedua, mereka kurang memiliki kemampuan untuk membiayai pencegahan dan mengatasi dampak polusi itu sendiri. Produksi limbah padat naik secara signifikan selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2000, untuk ibu kota Jakarta saja menghasilkan 24.000 m3 sampah perhari, yang diperkirakan  akan berlipatganda hingga tahun 2010. Hanya sekitar 50 persen dari limbah padat yang dikumpulkan untuk dibuang ke tempat pembuangan. Daerah-daerah miskin diperkotaan secara umum dilayani secara setenggah-setenggah atau justru tidak dilayani sama sekali.
Di Indonesia, sekitar 15-20 persen dari limbah dibuang secara baik dan tepat, sisanya dibuang di sungai dan kali, menciptakan masalah banjir. Diperkirakan 85 persen dari kota-kota kecil dan lebih dari 50 persen kota berukuran menenggah secara resmi membuang limbah mereka di tempat-tempat terbuka. Sekitar 75 persen dari limbah perkotaan dapat terurai dan dapat digunakan sebagai kompos atau biogas. Namun, kurangnya pengetahuan dan pelatihan menghambat pengembangan lebih jauh dari pengelolaan limbah yang produktif semacam itu. Walaupun adanya pasar yang relatif besar untuk produk-produk daur ulang, hanya sebagian kecil dari limbah tersebut yang didaur ulang (Bank Dunia, 2003).
Persoalan yang dijelaskan di atas masih dalam lingkup persoalan yang berhubungan dengan masalah limbah industri saja. Buruknya pengelolaan lingkungan hidup berdampak buruk terhadap perekonomian dan masyarakat miskin. Belum lagi persoalan penebangan hutan yang merusak lingkungan kita. Laju kerusakan hutan akibat illegal logging (penebangn liar) yang telah berlangsung puluhan tahun membuat situasi kehutanan Indonesia ini sudah mencapai fase yang gawat. Kerusakan hutan di Indonesia telah mencapai titik kritis. Pada periode 1990 hingga 2001 laju deforestisasi (penebangan hutan) mencapai dua juta hektar pertahun. Angka ini meningkat dua kali lipat dibanding 1980-an. Akibatnya, dalam 50 tahun terakhir, tutupan hutan di Indonesia berkurang dari 162 juta hektare menjadi 98 juta hektare. Dengan laju deforestasi seperti itu, bukan tidak mungkin hutan tropis di Indonesia yang dianggap sebagai salah satu paru-paru dunia akan lenyap. Hutan basah di Sumatra, di Kalimantan dan di Papua Barat akan punah menyusul pembalakan liar yang sudah terjadi tidak bisa dihentikan, bahkan cenderung meningkat intensitasnya.
Deforestisasi mengancam, salah satunya akibat dari awal pengelolaan hutan di Indonesia telah bermasalah. Pengelolaan hutan di Indonesia diserahkan Pemerintah kepada perusahaan-perusahaan  swasta yang mengajukan ijin pengelolaan. Pengelolaan oleh swasta dengan pemberian ijin pemanfaatan dan pengelolaan seperti HPH inilah yang meluluh lantakan hutan hijau kita.
Pemerintah melalui Departemen Kehutanan memberikan hak konsesi untuk jangka waktu tertentu, Hak Pegusaha Hutan atau lebih dikenal HPH melakukan penebangan dan penanaman berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku seperti UU Pokok Kehutanan No. 5 Tahun 1967 dan segala peraturan di bawahnya ini jugalah yang akhirnya sebagain besar hutan kita dibagi-bagi semau hati penguasa kepada pengusaha, seakan-akan milik nenek moyangnya saja, habis dibagi-bagi kepada perusahaan-perusahaan besar kehutanan. Sejak itu, lalu kerusakan hutan tak terbendung, kuantitas dan intensitas penebangan liar di Indonesia meningkat tajam. Semakin susah kita melihat hutan lestari. Jika dahulu kalau berjalan ke daerah pedalaman, sepanjang jalan masih ditemukan hutan hijau dengan segala keanekaragamannya seperti binatang-binatang yang masih bisa berkeliaran dengan damai, maka sekarang jangan tanya. Melihat lutung saja sudah susah. Para pelaku pembalakan liar itu melakukan aksinya dengan memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Yaitu pertama, permintaan kayu di dalam dan di luar negeri yang melebihi pasokannya secara lestari dan tidak memperhatikan legalitasnya. Kedua, kemiskinan penduduk di sekitar hutan dimanfaatkan. Ketiga, masih belum baiknya sistem pemerintahan dan penegakan hukum di Indonesia. Sehingga hampir semua perusahaan besar dan pengusaha nakal terlibat pembalakan liar ini (Handoko, 2007).

Dimensi Ekologi Ekonomi
Persepsi bahwa lingkungan kita sudah mengalami luka yang serius, dan karena itu, tidak dapat menyokong masa depan manusia, menuntut kita untuk tidak hanya mengubah cara hidup kita, tetapi lebih dari itu, memaksa kita untuk melakukan perubahan dalam cara kita dalam menangani masalah ekonomi. Pemahaman yang tepat atas masalah, akan mendorong kita untuk melihat antara ekonomi dan ekologi, antara aktivitas ekonomi dan tuntutan ekologis.
Pemikiran ini, sebenarnya dalam sejarah ekonomi, tidaklah baru. John Ruskin, antara lain, lebih lama berfikir bahwa ekonomi harus dibangun atas dasar kehidupan. Begitu juga dengan Georgescu-Roegen, yang mencoba melihat ekonomi sebagai sub-sistem biosfer yang terbuka. Menurut pandangan ini, ekonomi tidak hanya terdiri dari proses produksi, distribusi, dan konsumsi, melainkan justru dalam kegiatan tersebut, ekonomi melibatkan banyak segi lain yang selama ini tidak pernah dihitung dengan baik. Faktor nonekonomi yang dimaksud adalah faktor ekologis. Kita boleh menyebutnya sebagai faktor eko-ekonomi.
Faktor eko-ekonomi yang dimaksud adalah: energi alam, modal alam, dan kepentingan masa depan. Alam merupakan faktor pertama dari eko-ekonomi. Yang termasuk disini adalah minyak, gas, tanah, air tanah, hutan, persediaan ikan, dan lain sebagainya. Sebuah ekonomi yang baik dari segi eko-ekonomi, karena itu, adalah ekonomi yang memberi perhatian pada biaya kerusakan lingkungan, penghutanan kembali, biaya pemurnian minyak, dan biaya kesehatan lingkungan. Semua kegiatan produksi dan distribusi menuntut perhatian dan biaya kerusakan lingkungan.
Faktor kedua adalah modal alam dan modal buatan manusia (mesin). Sejak Adam Smith dan Marx, mesin memainkan peranan yang amat penting dalam proses produksi. Tetapi, mesin ternyata tidak dapat menggantikan peranan modal alam. Gagasan substitutability, suatu gagasan yang menegaskan bahwa mesin dapat menggantikan modal alam, merupakan sebuah gagasan yang secara mendasar cacat. Yang benar adalah mesin dan alam merupakan dua modal produksi yang saling berkaitan satu sama lain. H. Daly, secara sinis menegaskan bahwa gagasan substitutability tidak dapat dipertahankan, dan kalau toh bisa dipertahankan, yang harus dipertahankan adalah gagasan bahwa alam harus menggantikan mesin. “There would have been no reason to accumulate man-made capital in the first place, since we are endowed by nature with a near perfect substitute.” Dengan tesis ini, Daly menjelaskan bahwa sumber daya alam seperti minyak dan batu bara dapat dilihat sebagai bahan baku, dan kerja, modal, dan mesin dapat mengubah bahan mentah tersebut dalam proses produksi. Karena, alam juga merupakan modal yang penting dalam proses produksi, maka, untuk mempertahankan keberlangsungan proses produksi, kita harus dapat menahan diri dalam proses produksi. Dengan kata lain, seorang menangkap ikan, yang memiliki semua peralatan modern, sebaiknya tidak menangkap begitu banyak ikan, bukan karena teknologinya yang tidak memadai, tetapi karena tidak ada ikan lebih banyak lagi. Setiap menangkap ikan harus mengerti bahwa ikan membutuhkan waktu untuk berkembang dalam populasi yang memadai sehingga dapat ditangkap dan dikonsumsi. Semua pihak, yang menanamkan investasinya yang berhubungan dengan modal alam, harus dapat menahan diri untuk tidak mengkonsumsi alam habis-habisan, dengan demikian, persediaan alam tetap ada.
Faktor eko-ekonomi yang ketiga adalah waktu atau masa depan. Dalam praktek bisnis, waktu telah menjadi pertimbangan penting. Banyak kredit yang diluncurkan bank ke masyarakat, sebenarnya tidak lain dari usaha untuk menarik masa depan ke masa kini. Kebijakan ini ternyata efektif, karena kibijakan ini tidak hanya menguntungkan para nasabah bank, tetapi, kelangsungan bisnis bank juga dipertahankan berkat bunga bank yang masuk akal. Tetapi, kelangsungan bisnis juga menuntut keadilan: bersikap adil terhadap generasi yang akan datang dan mutu hidup generasi yang akan datang. Karena itu, suatu bisnis yang baik dalam perspektif eko-ekonomi adalah bisnis yang memiliki jangkauan masa depan; ia tidak hanya mendasarkan diri pada preferensi individu sekarang, tetapi juga harus memberi perhatian pada preferensi komunitas dan sejarahnya. Kelangsungan alam tidak dapat dijamin dengan ekonomi bermotif individualistis, melainkan hanya berkembang  dalam ekonomi sosial yang sensitif terhadap kesejahteraan bersama.

Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Hubungan antara ekonomi dan ekologi secara programatis dapat direalisasikan dalam sebuah konsep pembangunan yang berkelanjutan. Konsep ini bertujuan untuk memberi bobot yang sama bagi tiga aspek pembangunan, yaitu aspek ekonomi, aspek sosial budaya, dan aspek lingkungan hidup. Dengan gagasan ini, pertumbuhan ekonomi tidak lagi dapat dilihat sebagai satu-satunya kriteria bagi keberhasilan pembangunan, melainkan bahwa pembagunan yang sehat harus juga menyentuh dimensi sosial dan lingkungan. Jika hanya memperhatikan pertumbuhan ekonomi saja, pembangunan suatu negara hanya akan meninggalkan ongkos sosial, dan lingkungan yang tidak terbayarkan, seperti kemiskinan yang menjadi-jadi di banyak negara berkembang, penyakit yang berkaitan dengan mutu kehidupan yang semakin menurun sebagai akibat dari kerusakan lingkungan hidup, dan kehancuran budaya masyarakat. Maka, gagasan pembangunan berkelanjutan di satu sisi merupakan kritik terhadap gagasan pertumbuhan ekonomi, pada pembangunan sosial budaya dan lingkungan.
Sebagai gagasan normatif, gagasan ini mengandung tiga prinsip. Yang pertama adalah prinsip demokrasi. Prinsip ini menjelaskan, bahwa pembangunan dilaksanakan sebagai perwujudan kehendak bersama seluruh rakyat dan demi kepentingan bersama rakyat. Yang kedua, adalah prinsip keadilan. Prinsip ini menjamin bahwa semua orang dan kelompok masyarakat memperoleh peluang yang sama untuk ikut dalam proses pembangunan dan kegitan produktif. Dan, prinsip ketiga adalah prinsip keberlanjutan. Prinsip ini menjelaskan bahwa kegiatan ekonomi harus membuka dirinya pada berbagai sumber sosial budaya dan lingkungan yang memiliki interaksi yang rumit.
Dengan kata lain, gagasan pembangunan berkelanjutan merupakan sebuah gagasan normatif, yang memberi ruang diskursif bagi pertimbangn dan tuntutan ekologi. Menurut gagasan ini, jika ilmu ekonomi merupakan suatu ilmu yang perlu bagi kesejahteraan manusia, ia harus menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan. Dengan alasan ini, persoalan ekonomi yang mendasar tidak lagi mengubah suatu masyarakat pertanian menjadi masyarakat industri sebagai mana yang biasa dibayangkan oleh ekonomimetri, melainkan melakukan redistribusi berbagai sumberdaya alam, pendapatan, dan kekayaan bersama, sehingga jumlah kemiskinan dikurangi, dan tingkat persamaan, kebebasan, dan kesejahteraan bersama, diangkat. Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus ekonomi harus diarahkan pada kebutuhan dan keadilan, tidak semata-mata pada kebutuhan individual konsumen. Dalam ekonomi global, keadilan sosial harus dapat mengatasi kepentingan nasional, dan merefleksikan aspirasi kemanusiaan sebagai keseluruhan, baik kemanusiaan dari kita yang hidup dalam ruang bumi yang terbatas ini, maupun dari mereka yang menjadi generasi mendatang.
 Melihat kondisi saat ini dan kasus-kasus yang bermunculan diberbagai media, perjalanan perusahaan di Indonesia saat ini masih jauh dalam mengedepankan arti pentingnya masalah lingkungan. Oleh karena itu, diharapkan dimasa mendatang agar perusahaan-perusahaan mulai menempatkan masalah lingkungan menjadi hal yang utama dan memberikan pertanggung jawaban dan pengungkapan lingkungan dalam laporan keuangan mereka sehingga dapat ditarik benang merah antara perusahaan, stakeholders dan masyarakat.

Tujuan Konsep Akuntansi Lingkungan
            Tujuan dari akuntansi lingkungan adalah untuk meningkatkan jumlah informasi relevan yang dibuat bagi mereka yang memerlukan atau dapat menggunakannya. Keberhasilan akuntansi lingkungan tidak hanya tergantung pada ketetapan dalam menggolongkan semua biaya-biaya yang dibuat perusahaan. Akan tetapi kemampuan dan keakuratan data akuntansi perusahaan dalam menekan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktifitas perusahaan. Tujuan lain dari pentingnya pengungkapan akuntansi lingkungan berkaitan dengan kegiatan-kegiatan konservasi lingkungan oleh perusahaan maupun organisasi lainnya yaitu mencakup kepentingan organisasi publik dan perusahaan-perusahaan publik yang bersifat lokal. Pengungkapan ini penting terutama bagi para stakeholders untuk dipahami, dievaluasi dan dianalisis sehingga dapat memberikan dukungan bagi usaha mereka. Oleh karena itu, akuntansi lingkungan selanjutnya menjadi bagian dari suatu sistem sosial perusahaan. Di samping itu, maksud dan tujuan dikembangkannya akuntansi lingkungan antara lain meliputi:
1.      Akuntansi lingkungan merupakan sebuah alat manajemen lingkungan.
2.      Akunansi lingkungan sebagai alat komunikasi dengan masyarakat.
Sebagai alat manajemen lingkungan, akuntansi lingkungan digunakan untuk menilai keefektifan lingkungan juga digunakan untuk menentukan biaya fasilitas pengelolaan lingkungan, biaya keseluruhan konservasi lingkungan dan juga investasi yang diperlukan untuk kegiatan pengelolaan lingkungan. Selain itu, akuntansi lingkungan juga digunakan untuk menilai tingkat pengeluaran dan capaian tiap tahun untuk menjamin perbaikan kinerja lingkungan yang harus berlangsung terus menerus.
Secara garis besar, keutamaan penggunaan konsep akuntansi lingkungan bagi perusahaan adalah kemampuan untuk meminimalisasi persoalan-persoalan lingkungan yang dihadapi. Banyak perusahaan besar industri dan jasa yang kini menetapkan akuntansi lingkungan. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan lingkungan dari sudut pandang biaya (environmental cost) dan manfaat atau efek (economic benefit). Akuntansi lingkungan diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk menghasilkan penilaian kuantitatif tentang biaya dan dampak perlindungan lingkungan (environmental protection). Ada beberapa perusahaan jasa yang menawarkan jasa mereka untuk menyususun panduan akauntansi lingkungan bagi perusahaan-perusahaan besar.
Misalnya, perusahaan elektronik Jepang Fujitsu menyewa jasa perusahaan konsultasi akuntansi akuntan untuk menyususn panduan akuntansi lingkungan (environmental accounting guidelines) sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan oleh Kementrian lingkungan hidup Jepang. Namun mereka menambahkan beberapa item-item baru dengan tujuan untuk mendapatkan akuntansi lingkungan hidup yang lebih efisien. Selain itu penggunaan teknologi informasi juga memungkinkan arus informasi dari pabrik-pbrik mereka di seluruh dunia berjalan tanpa penundaan. Hasilnya kesadaran lingkungan diantara para pekerja meningkat, upaya mengurangi biaya berhasil baik dan terdapat hasil positif tentang penanganan persoalan lingkungan serta pengurangan dampak negatif lingkungan yang didukung oleh perusahaan-perusahaan dan anak perusahaan diseluruh dunia.
Banyaknya perhatian mengenai persoalan lingkungan menjadi penting untuk mempertimbangkan akuntansi lingkungan dalam mengungkapkan informasi agar data akuntansi lingkungan yang dibuat dan dipublikasikan sesuai dengan tingginya tingkat perbandingan. Panduan yang dibuat juga diharapkan mampu menjamin pengungkapan informasi yang diambil ketika mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan dari berbagai stakeholder. Guna mencapai keberhasilan dalam menerapkan akuntansi lingkungan bagi perusahaan-perusahaan. Pertama dan utama sekali yang perlu diperhatikan manajemen perusahaan adalah adanya kesesuaian antara evaluasi yang dibuat perusahaan terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan. Langkah kedua, yaitu menentukan apa yang menjadi target perusahaan dengan cara mengidentifikasi faktior-faktor utama yang berdampak pada lingkungan perusahaan serta menyusun suatu perencanaan untuk mengurangi dampak lingkungan. Langkah ketiga, memilih alat ukur yang sesuai dalam menentukan persoalan lingkungan. Langkah keempat, menentukan penilaian administrasi untuk menetapkan masing-masing target segmen. Langkah kelima, menghasilkan segmen akuntansi untuk mengukur masing-masing divisi perusahaan. Langkah keenam, melakukan pengujian masing-masing divisi. Langkah terakhir adalah melakukan telaah kerja. Pada telaah kerja diharapkan dapat menghasilkan segmen akuntansi yang dapat mendukung prestasi manajemen lingkungan masing-masing divisi.
Sebagi alat komunikasi dengan publik, akuntansi lingkungan digunakan untuk menyampaikan dampak negatif lingkungan, kegiatan konservasi lingkungan dan hasilnya kepada publik. Tangapan dan pandangan terhadap akuntansi lingkungan dari berbagai pihak, pelanggan dan masyarkat digunakan sebagai umpan balik untuk mengubah pendekatan perusahaan dalam pelestarian atau pengelolaan lingkungan. Di dalam akuntansi lingkungan ada beberapa komponen pembiayaan yang harus dihitung, misalnya:
1.      Biaya operasionalisasi bisnis yang tediri dari biaya depresiasi fasilitas lingkungan, biaya memperbaiki fasilitas lingkungan, jasa atau pembayaran (fee) kontrak untuk menjalankan fasilitas pengelolaan lingkungan, biaya tenaga kerja untuk menjalankan operasionalisasi fasilitas pengelolaan lingkungan serta biaya kontrak untuk pengelolaan limbah (recycling).
2.      Biaya daur ulang yang dijual, atau biasa juga disebut dengan “Cost incurred by upstream and down-stream business operations”.
3.      Biaya penelitian dan pengembangan (Litbang) yang terdiri dari biaya total untuk material dan tenaga ahli, tenaga kerja lain untuk pengembangan material yang ramah lingkungan, produk dan fasilitas pabrik.

Latar Belakang Akuntansi Lingkungan
Konsep akuntansi lingkungan sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Pesatnya perkembangn konsep ini didasarkan pada banyaknya tekanan dari lembaga-lembaga bukan pemerintah (non-government), serta meningkatnya kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat luas yang mendesak agar perusahaan-perusahaan menerapkan pengelolaan lingkungan bukan hanya kegiatan industri demi bisnis saja. Namun sampai dengan pertenggahan tahun 1990-an konsep atau kata ini tidak banyak di dengar termasuk di Jepang. Pada pertenggahan tahun 1990-an komite standar akuntansi internasional (the international standard committee /IASC) mengembangkan konsep tentang prinsip-prinsip akuntansi internasional. Termasuk di dalamnya pengembangan akuntansi lingkungan dan audit hak-hak azasi manusia. Di samping itu, standar industri juga semakin berkembang dan auditor profesional seperti the American Institute of Certified Public Auditors (AICPA) mengeluarkan prinsip-prinsip universal tentang audit lingkungan (environmental audits).
Pada tahun 1990 Badan Lingkungan Hidup Jepang (The Environmental Agency) yang kemudian berubah menjadi Kementrian Lingkungan Hidup (Ministry of Environmental/MOE) mengeluarkan panduan akuntansi lingkungan (environmental accounting guidelines) pada bulan Mei tahun 2000.  Panduan ini disempurnakan lagi tahun 2002 dan 2005. Semua perusahaan di Jepang diwajibkan menerapkan akuntansi lingkungan. Perusahaan-perusahan besar Jepang seperti Fuji Xerox mulai menempatkan posisi akuntansi lingkungan (environmental accounting) sederajat dengan akuntansi keuangan. Kini semakin banyak perusahaan-perusahaan di Jepang sudah menerapkan akuntansi lingkungan sesuai dengan peraturan perundangan dan petunjuk dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup Jepang. Sebut saja NEC, Fuji, Xerox, Hitachi, Chugai Pharmeceutical Company, Honda, Canon, Seiko, Panasonic, Nikon, Komatsu dan sebagainya (Djogo, 2006).
Ditambahkan Djogo yang mengatakan bahwa sejak tahun 1999, Kementrian Lingkungan Hidup Jepang telah terlibat menjadi salah satu anggota tim ahli tentang the “Government’s role in promoting environmental management accounting” initiated by United Nation Division for Sustainable Development (UNDSD) Environmental Management Initiative. Dalam kesempatan ini, menteri lingkungan hidup Jepang menangkap kecenderungan penerapannya di seluruh dunia dan meyampaikan pengalaman praktek akuntansi lingkungan hidup di Jepang. Di samping itu, Jepang juga terlibat dalam jaringan akuntansi manajemen lingkungan asia pasifik (Environmental Management Accounting Network-Asia Pacific / EMAN-AP) sebuah jaringan yang terdiri dari peneliti dan praktisi akuntansi lingkungan dari 14 negara berkembang di kawasan Asia Pasifik. Jaringan ini didirikan pada September tahun 2001 dengan misi untuk memperkenalkan dan meyebarluaskan penggunaan metode akuntansi manajemen lingkungan serta memberikan sumbangan atau dukungan pada pembangunan berkelanjutan di Asia Pasifik. Koordinasi di Jepang dipegang oleh the Institute for Global Environmental Strategies (IGES) the Kansai Research Center.
Pada pertenggahan tahun 1990-an ketika istilah akuntansi lingkungan belum terlalu dikenal masyarakat luas, hanya beberapa perusahaan saja yang mula-mula menerapkannya dengan mengungkapkan permasalahn lingkungan walaupun sebenarnya perusahaan Canon sudah mulai menerapkan akuntansi lingkungan pada tahun 1983. Hal ini berkaitan dengan keterbukaan perusahaan untuk mengungkapkan  informasi lingkungan sebagai dampak dari kegiatan industri atau bisnis mereka. Selanjutnya, pada tahun 1998 jumlah perusahaan yang menerapkan akuntansi lingkungan meningkat dari 10.4 persen menjadi 20.9 persen pada tahun 1999 dan meningkat mencapai 27.0 persen di tahun 2000. Dari jumlah ini 17.3 persen sudah menerapkan dan memperkenalkan akuntansi lingkungan dan 34 persen sedang mempertimbangkan akan segera menerapkannya. Peningkatan penggunaan akuntansi lingkungan oleh kementrian lingkungan hidup Jepang.
Latar belakang pentingnya akuntansi lingkungan pada dasarnya menurut kesadaran penuh perusahaan-perusahaan maupun organisasi lainnya yang telah mengambil manfaat dari lingkungan. Manfaat yang diambil ternyata telah berdampak pada maju dan berkembangnya bisnis perusahaan. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan-perusahaan atau organisasi lainnya agar dapat meningkatkan usaha dalam mempertimbangkan konservasi lingkungan secara berkelanjutan. Usaha yang dibuat tentunya berkaitan dengan akuntansi lingkungan yang merupakan bagian dari aktivitas bisnis mereka. Salah satu usaha tersebut adalah memasukkan anggaran lingkungan pada laporan keuangan dan pertanggungjawaban perusahaan. Laporan keuangan merupakan bagian dari data perusahaan. Data akuntansi lingkungan tidak hanya digunakan oleh perusahaan atau internal organisasi lainnya, tetapi juga digunakan untuk seluruh publik. Ada beberapa alasan kenapa perusahaan perlu untuk mempertimbangkan pengadopsian akuntansi lingkungan sebagai bagian dari sistem akuntansi perusahaan, antara lain:
1.      Memungkinkan secara signifikan mengurangi dan menghapus biaya-biaya lingkungan.
2.      Biaya dan manfaat lingkungan mungkin kelihatannnya melebihi jumlah nilai rekening/akun.
3.      Memungkinkan pendapatan dihasilkan dari biaya-biaya lingkungan.
4.      Memperbaiki kinerja lingkungan perusahaan yang selama ini mungkin mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan keberhasilan bisnis perusahaan.
5.      Diharapkan menghasilkan biaya atau harga yang lebih akurat terhadap produk dari proses lingkungan yang diinginkan.
6.      Memungkinkan keuntungan yang lebih bersaing sebagai mana pelanggan mengharapkan produk/jasa lingkungan yang lebih bersahabat.
7.      Dapat mendukung pengembangan dan jalannya sistem manajemen lingkungan yang menghendaki aturan untuk beberapa jenis perusahaan.
Di Indonesia Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang menjadi wadah profesi Akuntan kelihatannya masih belum ada perhatian serius sehubungan dengan pengembangan dan penetapan prosedur standar akuntansi lingkungan untuk dapat dijadikan sebagai pedoman bagi perusahaan-perusahaan dalam membuat pelaporan akuntansi lingkungannya. IAI yang agak sedikit berjalan lamban dan terlambat dalam menyikapi perkembangan akuntansi dan dunia bisnis saat ini. Persoalannya mungkin banyak fungsionaris  IAI yang menjadi konsultan maupun sebagai auditor eksternal perusahaan sehingga prioritas utama cenderung bagaimana mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan atau untuk kepentingan pribadi sekalipun mengabaikan aspek lingkungan. Diharapkan IAI kedepannya mampu untuk merumuskan pedoman akuntanis lingkungan Indonesia untuk dapat diterapkan oleh perusahaan maupun oleh organisasi lainnya.

Pentingnya Akuntansi Lingkungan
Istilah akuntansi lingkungan mempunyai banyak arti dan kegunaan. Akuntansi lingkungan dapat mendukung akuntansi pendapatan, akuntansi keuangan maupun bisnis internal akuntansi manajerial. Fokus utamanya, didasarkan pada penerapan akuntansi lingkungan sebagai suatu alat komunikasi manajerial untuk pengambilan keputusan bisnis internal. Akuntansi lingkungan (Environmental Accounting atau EA) merupakan istilah yang berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan (environmental costs) ke dalam praktek akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Biaya lingkungan adalah dampak yang timbul dari sisi keuangan maupun non-keuangan yang harus dipikul sebagai akibat dari kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan.
Djogo (2006) mengatakan bahwa akuntansi atau dulu sering disebut tata buku (accounting) merupakan kegiatan yang menyediakan informasi yang biasanya bersifat kuantitatif dan disajikan dalam satuan keuangan, untuk pengambilan keputusan, perencanaan, pengendalian sumber daya, operasi, penilaian prestasi lembaga atau perusahaan dan laporan keuangan kepada investor, kreditor, dan instansi yang berwenang melakukan pengawasan atau pemeriksaan keuangan dan juga memberikan laporan kepada masyarakat. Contoh laporan yang berkaitan dengan pengungkapan laporan keuangan kepada masyarakat adalah neraca keuangan sebuah bank atau perusahaan yang disajikan di media masa seperti koran.
Akuntansi adalah sebuah kegiatan profesional, oleh karena itu para akuntan profesional dibayar untuk melakukan pengauditan. Akuntan ini bisa saja akuntan intern di sebuah lembaga, akuntan pemerintah atau akuntan publik. Ada juga yang disebut akuntan kepentingan publik (public interest accountant)yang menyediakan jasa akuntan kepada orang atau lembaga yang tidak mampu membayar akuntan publik profesional.
Panduan yang menjadi tolok ukur pentingnya akuntansi lingkungan berkaitan dengan pertanggungjawaban akuntansi lingkungan itu sendiri. Manajemen kuantitatif dari kegiatan konservasi lingkungan merupakan suatu cara yang paling efektif untuk mencapai keberhasilan dan perbaikan manajemen bisnis. Dengan kata lain, di dalam menyelesaikan kegiatan konservasi lingkungan, sebuah perusahaan atau organisasi lainnya dapat secara akurat mengidentifikasi dan mengukur investasi dari biaya-biaya yang berhubungan dengan kegiatan konservasi lingkungan, dan dapat mempersiapkan serta melakukan analisa data. Dengan pengertian yang mendalam dan lebih baik, manfaat potensial dari investasi serta biaya ini bagi perusahaan tidak hanya memperbaiki efisiensi dari kegiatan-kegiatannya, melainkan akuntansi lingkungan juga memainkan peran penting dalam mendukung pengambilan keputusan rasional.
Di samping itu, perusahaan-perusahaan dan organisasi lainnya diperlukan untuk mempunyai pertanggungjawaban bagi stakeholder, ketika sumber daya lingkungan digunakan (barang-barang publik) untuk kegiatan bisnis mereka. Adapun stakeholders dalam hal ini dapat saja berupa pelanggan, rekan bisnis, investor, penduduk lokal, karyawan dan administrasi. Pengungkapan informasi lingkungan ini merupakan proses kunci dalam pertanggungjawaban kinerja. Akibatnya, akuntansi lingkungan membantu perusahaan-perusahaan dan organisasi lainnya menaikkan kepercayaan dan keyakinan mereka sehubungan dengan penerimaan penilian yang lebih adil.
Oleh karena itu, Akuntansi lingkungan didefinisikan sebagai pencegahan, pengurangan dan atau penghindaran dampak terhadap lingkungan, bergerak dari beberapa kesempatan, dimulai dari perbaikan kembali kejadian-kejadian yang menimbulkan bencana atas kegiatan-kegiatan tersebut. Dampak lingkungan merupakan beban terhadap lingkungan dari operasi bisnis atau kegiatan manusia lainnya yang secara potensial merupakan duri yang  dapat merintangi pemeliharaan lingkungn yang baik. Istilah akuntansi lingkungan sering digunakan di dalam literatur akuntansi maupun manajemen lingkungan. Kebanyakan literatur akuntansi dan manajemen lingkungan menjelaskan bahwa akuntansi lingkungan adalah suatu istilah yang lebih luas sehubungan dengan ketetapan dari pencapaian informasi lingkungan oleh para stakeholders baik di dalam maupun di luar organisasi.
Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat atau United States Environment Protection Agency (US EPA) akuntansi lingkungan adalah:
“Suatu fungsi penting tentang akuntansi lingkungan adalah untuk mengambarkan biaya-biaya lingkungan supaya diperhatikan oleh para stakeholders perusahaan yang mampu mendorong dalam pengidentifikasian cara-cara mengurangi atau menghindar biaya-biaya ketika pada waktu yang bersamaan sedang memperbaiki kualitas lingkungan”
            Badan perlindungan Amerika Serikat atau United States Environmental Protection Agency [EPA] menambahkan lagi bahwa akuntansi lingkungan dibagi lagi menjadi dua dimensi utama. Pertama,akuntansi lingkungan merupakan biaya yang secara langsung berdampak pada perusahaan secara keseluruhan (dalam hal ini disebut dengan istilah “biaya pribadi”). Kedua, akuntansi lingkungan juga meliputi biaya-biaya individu, masyarakat maupun lingkungan suatu perusahaan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Akuntansi lingkungan menjadi hal yang penting untuk dapat dipertimbangkan dengan sebaik mungkin karena akuntansi lingkungan merupakan bagian akuntansi atau sub bagian akuntansi. Alasan yang mendasarinya adalah mengarah pada keterlibatannya dalam konsep ekonomi dan informasi lingkungan. Akuntansi lingkungan juga merupakan suatu bidang yang terus berkembang dalam mengidentifikasi pengukuran-pengukuran dan mengkomunikasikan biaya-biaya aktual perusahaan atau dampak potensial lingkungannya. Biaya ini meliputi biaya-biaya pembersihan atau perbaikan tempat-tempat yang terkontaminasi, biaya pelestarian lingkungan, biaya hukuman dan pajak, biaya pencegahan polusi teknologi dan biaya manajemen pemborosan.
Sistem akuntansi lingkungan terdiri atas lingkungan akuntansi konvensional dan akuntansi ekologis. Akuntansi lingkungan konvensioanl mengukur dampak-dampak dari lingkungan alam pada suatu perusahaan dalam istilah-istialah keuangan. Sedangkan akuntansi ekologis mencoba untuk mengukur dampak suatu perusahaan berdasarkan lingkungan, tetapi pengukuran dilakukan dalam bentuk unit fisik (sisa barang produksi dalam kilogram, pemakaian energi dalam kilojoules), akan tetapi standar pengukuran yang digunakan bukan dalam bentuk satuan keuangan.
Sedangkan lingkup akuntansi lingkungan dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama didasarkan pada kegiatan akuntansi lingkungan suatu perusahaan baik secara nasional maupun secara regional. Bagian dua berkaitan dengan akuntansi lingkungan unruk perusahaan-perusahaan dan organisasi lainnya. Pada dasarnya penjelasan mengenai konsep akuntansi lingkungan harus meliputi beberapa faktor berikut, antara lain:
1.      Biaya konservasi lingkungan (diukur dengan menggunakan nilai satuan uang).
2.      Keuntungan konservasi lingkungan (diukur dengan unit fisik).
3.      Keuntungan ekonomi dari kegiatan konservasi lingkungan (diukur dengan nilai satuan uang/rupiah).

Fungsi Dan Peran Akuntansi Lingkungan
            Pentingnya penggunaan akuntansi lingkungan bagi perusahaan atau organisasi lainnya dijelaskan dalam fungsi dan peran akuntansi lingkungan. Fungsi dan peran ini dibagi ke dalam dua bentuk. Fungsi pertama disebut dengan fungsi internal dan fungsi kedua disebut fungsi eksternal. Masing-masing fungsi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

Fungsi Internal
            Fungsi internal merupakan fungsi yang berkaitan dengan pihak internal perusahaan sendiri. Pihak internal adalah pihak yang menyelenggarakan usaha, seperti rumah tangga konsumen dan rumah tangga produksi maupun jasa lainnya. Adapaun yang menjadi aktor dan faktor dominan pada fungsi internal ini adalah pemimpin perusahaan. Sebab pimpinan perusahaan merupakan orang yang bertanggungjawab dalam setiap pengambilan keputusan maupun penentuan sikap kebijakan internal perusahaan. Sebagaimana halnya dengan sistem informasi lingkungan perusahaan, fungsi internal memungkinkan untuk mengatur biaya konservasi lingkungan dan menganalisis biaya dari kegiatan-kegiatan konservasi lingkungan yang efektif dan efisien serta sesuai dengan pengambilan keputusan. Dalam fungsi internal ini diharapkan akuntansi lingkungan berfungsi sebagai alat manajemen bisnis yang dapat digunakan oleh manajer ketika berhubungan dengan unit-unit bisnis.

Fungsi Eksternal
            Fungsi eksternal merupakan fungsi yang berkaitan dengan aspek pelaporan keuangan. SFAC No. 1 menjelaskan bahwa pelaporan keuangan memberikan informasi yang bermanfaat bagi investor dan kreditor, dan pemakai lainnya dalam mengambil keputusan investasi, kredit, dan yang serupa secara rasional. Informasii tersebut harus bersifat komprehensif bagi mereka yang memiliki pemahaman yang rasional tentang kegiatan bisnis dan ekonomi dan memiliki kemauan untuk mempelajari informasi dengan cara yag rasioanal (pafagraf 34).
Pada fungsi ini faktor yang penting diperhatikan perusahaan adalah pengungkapan hasil dari kegiatan konservasi lingkungan dalam bentuk data akuntansi. Informasi yang diungkapkan meupakan hasil yang diukur secara kuantitatif dari kegiatan konservasi lingkungan. Termasuk di dalamnya adalah informasi tentang sumber-sumber tersebut (kewajiban suatu perusahaan untuk meyerahkan sumber-sumber pada entitas lain atau pemilik modal), dan pengaruh transaksi, peristiwa, dan kondisi yang mengubah sumber-sumber ekonomi dan klaim terhadap sumber tersebut.
Fungsi eksternal memberi kewenangan bagi perusahaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan stakeholders, seperti pelanggan, rekan bisnis, investor, penduduk lokal perusahaan maupun bagian administrasi. Oleh karena itu, perusahaan harus memberikan informasi tentang bagaimana manajemen mempertanggungjawabkan pengelolaan kepada pemilik atas pemakaian sumber ekonomi yang dipercayakan kepadanya. Diharapkan dengan publikasi hasil akuntansi lingkungan akan berfungsi dan berarti bagi perusahaan dalam memenuhi partanggungjawaban serta transparansi mereka bagi para stakeholders yang secara simultan sangat berarti untuk kepastian evaluasi dari konservasi lingkungan.
Perhatian stakeholders mengenai informasi lingkungan perusahaan dan organisasi lainnya berubah-ubah menurut keinginan para stakeholders itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa investor, rekan bisnis, institusi keuangan sebagain besar memusatkan perhatian mereka berdasarkan pada pandangan nilai perusahaan dari perspektif aspek keuangan perusahaan atau organisasi lainnya. Akibanya, mereka dihadapkan pada isu-isu seperti efektivitas investasi dari biaya konservasi lingkungan, apakah hasil investasi cukup sejalan dengan rencana awal dan dapat diperbandingkan dengan kecenderungan pada perusahaan lain, dan apakah risiko lingkungan tersembunyi, secara serius dapat mempengaruhi nilai perusahaan dimasa mendatang sesuai dengan yang diinginkan.
Para stakeholders, seperti pelanggan, penduduk loka, dan lingkungan LSM diharapkan dapat menganalisa data akuntansi lingkungan dari perspektif isu-isu yang penuh unsur resiko, keberadaan dari proaktif kegiatan lingkungan serta apa yang dihasilakan, dampak rinci dari lingkungan yang tersembunyi dan ukuran pencegahannya, maupun isu-isu pertanggungjawaban sosial lainnya. Investor dan lembaga keuangan cenderung menggunakan hal-hal umum, informasi yang terintegrasi seperti dasar pengambilan keputusan dan melakukan pengujian informasi secar rinci dilakukan sesuai dengan apa yang semestinya. Sebaliknya, pelanggan dan penduduk lokal terutama sekali tertarik akan isu-isu menunggu keputusan. Ditambah lagi investor yang sebelumnya sebagaian besar mengambil fokus pada pendekatan aspek keuangan perusahaan.
Pada waktu bersamaan, orang-orang yang ada pada perusahaan seperti manajer dan karyawan secara serius terlibat dalam aspek yang luas tentang lingkungan dan keuangan. Sebagai contoh, manajer-manajer diharapkan untuk menganalisa informasi akuntansi lingkungan dari sudut pandang meningkatnya nilai perusahaan sebagai dasar untuk perbandingan perusahaan dalam sektor bisnis yang sama, dan juga untuk mencegah kajian dari masalah-masalah utana perusahaaan yang menciptakan suatu rintangan untuk memperbaiki nilai-nilai perusahaan. Karyawan menjadi tekait dengan tanggungjawab sosial perusahaah dan meningatkatnya nilai perusahaan, mereka juga bertanggungjawab untuk meningkatkan stabilitas organisasi bagi mereka yang menjadi anggota. Sedangkan perusahaan menjamin kepemilikan serta upah dan gaji karyawan mereka dan menjamin terlaksananya pemeliharaaan keamanan lingkungan ditempat kerja mereka. Maka dengan itu, baik fungsi internal mauoun eksternal pada dasarnya merupakan satu kesatuan utuh (holistic) yang menghubungkan antara perusahaan dengan masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Anis Chariri, Imam Ghozali, 2001, Teori Akuntansi, Edisi Pertama, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Arfan Ikhsan dan M. Ishak, 2005. Akuntansi Keperilakuan. Penerbit Salemba Empat Jakarta.

Arfan Ikhsan, 2008. Akuntansi Lingkungan. Penerbit Graha Ilmu Yogyakarta

Daly, H. (ed). Economy, Ecology, Ethics. San Fransisco: Freeman and Co., 1980

Djuni Pristianto, I Wayan Bambang Wicaksono, Milis lingkungan sebagai media virtual pengontrol lingkungan hidup.

Frost, G R and Wlimshurst, T D The adaption of environment-related management accounting: an analysis of corporate environmental sensitivity (Accounting Forum Vol 24, No 4, pp 344-365, Business Source Premier, 2000)

Herwididayatno, 2000, Media Akuntansi, Edisi ke-10, Juni.

Ikatan Ahli Teknik Penyehatan dan Teknik Lingkungan Indonesia, 2007. Efek rumah kaca, perubhan iklim dan pemanasan global Agustus26.

Indonesia Expanding Horizon, 2003. Bank Dunia: mengelola lingkungan hidup.

Institute of chartered accounting in Australian; environmental management accounting, a case study for AMP, 2002.

Karen Shapiro, Mark Stoughton, Robert Graffand Linda Feng. 2000. Healthy Hospital: Environmental Improvement Through Environmental Accounting. Submitted to: US Environmental Protection Agency Office of Prevention, Pesticides and Toxic Subtance.

Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Keraf, Sonny A. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002

Kompas, 2004. Biaya kesehatan membengkak akibat polusi, 10 Juni.

Marx, Karl. Das Kapital, Kritik der Politische Oekonomie, Vol. I. Berlin: Dietz Verlag, 1977

Ministry of the Environment Japan, 2002. Introduction to Environmental Accounting Guidelines. February.

Ministry of the Environment Japan, 2005. Environmental Accounting Guidelines. February.

Rudy Handoko, 2007. Deforestasi, rusaknya lingkungan dan lemahnya supremasi hukum, refleksi kasus pembalakan hutan Kalbar, Agustus.

Shane Johnson, 2004. Environmental management accounting. Accounting, audit and tax resources.

Smith, Adam. The Theory of Moral Sentiment. Oxford: Clarendon Press, 1979
__________. The Wealth of Nations. Vol. I dan Vol. 2. London: J.M. Dent and Sons Ltd., 1960

T. Bachtaruddin, 2003. Struktur teori akuntansi keuangan. Digitized by Usu digital library.

Tempo Interaktif. 2005. “Penilaian KLH pengaruhi kualitas kredit perusahaan”, Tempo Interaktif, Jum’at, 08 April 2005.

Tony Djogo, 2006. Akuntansi lingkungan (environmental accounting). 07 February.

United States Environmental Protection Agency [EPA], 1995. An Introduction to environmental accounting as a business management tool: key concepts and terms. June.

Uno, Kimio and Bartelmus, Peter. 2004. Environmental Accounting in Theory and Practice. Kluwer Publisher.

Web site: United Nation Division for Sustainable Development (UNDSD) environmental management accounting initiative: http://www.un.org/esa/sustdev/estema1.htm.

Web site; Kementrian Lingkungan Hidup Jepang. 2005. Environmental and Economy Div. of Environmental Policy Bureau, Ministry of the Environmental http://www.env.go.jp.

Web site: Environmental Management Accounting Network-Asia Pasific (EMAN-AP) http://www.eman-ap.net/

Zainul Bahri Torong, 2000. Sistem akuntansi biaya untuk menunjang keunggulan jangka panjang perusahaan dalam persaingan dan dampaknya terhadap materi ajaran akuntansi biaya. Lecturer Articles USU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar