Persoalan
Lingkungan di Indonesia
Isu
lingkungan bukan lagi merupakan isu yang baru. Persoalan lingkungan semakin
menarik untuk dikaji seiring dengan perkembangan
teknologi dan ekonomi global dunia. Secara perlahan terjadi perubahan yang
mendasar dalam pola hidup bermasyarakat yang secara langsung atau tidak
memberikan pengaruh pada lingkungan hidup. Indonesia sebagai negara sedang
berkembang tidak terlepas pula dalam persoalan lingkungan yang semakin hari
semakin terasa dampaknya. Era industriaisasi di satu pihak menitik beratkan
pada pembangunan teknologi seefisien mugkin sehingga terkadang mengabaikan
aspek-aspek lingkungan. Kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya arti
lingkungan mulai tumbuh secara peralahan-lahan. Kesadaran ini tentunya menjadi
modal dasar sebagai sistem kontrol bagi perusahaan-perusahaan sehingga efek
samping industrialisasi perusahaan dapat termarjinalkan. Aktualisasi kesadaran
ini mulai kelihatan dengan gencarnya reaksi masyarakat terhadap perubahan yang
terjadi dari suatu sistem. Pembuangan air limbah dari satu industri atau
penebangan hutan yang menyimpang selalu menjadi sorotan tajam.
Persoalan
lingkungan dengan pencemaran limbah misalnya, banyak perusahaan-perusahaan
telah diberhentikan operasionalnya karena masalah lingkungan yang dicemarkan
oleh perusahaan tersebut. Sebagai contoh, isu tentang pencemaran limbah oleh
PT. Indorayon beberapa tahun lewat di Porsea Sumatra Utara yang berdampak pada
diberhentikannya operasional perusahaan oleh pemerintah karena adanya
permasalahan lingkungan dan masalah masyarakat sekitar industri. Isu lainnya
berkaitan dengan beberapa perusahaan kertas di Riau yang mendapat protes dari
masyarakat setempat sehubungan dengan permasalahan limbah industri dan
pencemaran lingkungan. Belum lagi persoalan PT. Lapindo Brantas di Sidoarjo
dengan lumpur yang tiada henti-hentinya mengakibatkan kerusakan lingkungan dan
menelantarkan ribuan masyarakat sekitar, yang sampai hari ini belum juga
terselesaikan. Contoh lainnya berkaitan dengan isu Clean Government, isu ini bekaitan dengan perubahan sistem perundang-undangan
lingkungan hidup telah menjadi sorotan tajam di berbagai media.
Polusi
dan pengelolaan limbah yang buruk membawa dampak negatif yang tinggi terhadap
perekonomian Indonesia. Bank dunia mencatat akibat pengelolaan limbah yang
buruk mengakibatkan:
1. Total kerugian ekonomi dari terbatasnya akses terhadap
air bersih dan sanitasi, diestimasi secara konservatif adalah sebesar 2 persen
dari PDB tiap tahunnya.
2. Biaya yang timbul dari polusi udara terhadap
perekonomian Indonesia diperkirakan sekitar 400 juta dollar setiap tahunnya.
3. Biaya yang timbul akibat polusi udara di wilayah
Jakarta saja diperkirakan sebanyak 700 juta dollar pertahunnya.
Biaya-biaya yang biasanya lebih banyak ditanggung oleh
kelompok yang berpendapatan rendah karena dua sebab. Pertama, merekalah yang memiliki kemungkinan besar terkena dampak
dari polusi. Kedua, mereka kurang
memiliki kemampuan untuk membiayai pencegahan dan mengatasi dampak polusi itu
sendiri. Produksi limbah padat naik secara signifikan selama lima tahun
terakhir. Pada tahun 2000, untuk ibu kota Jakarta saja menghasilkan 24.000 m3
sampah perhari, yang diperkirakan akan berlipatganda hingga tahun 2010.
Hanya sekitar 50 persen dari limbah padat yang dikumpulkan untuk dibuang ke
tempat pembuangan. Daerah-daerah miskin diperkotaan secara umum dilayani secara
setenggah-setenggah atau justru tidak dilayani sama sekali.
Di Indonesia, sekitar 15-20 persen dari limbah dibuang
secara baik dan tepat, sisanya dibuang di sungai dan kali, menciptakan masalah
banjir. Diperkirakan 85 persen dari kota-kota kecil dan lebih dari 50 persen
kota berukuran menenggah secara resmi membuang limbah mereka di tempat-tempat
terbuka. Sekitar 75 persen dari limbah perkotaan dapat terurai dan dapat
digunakan sebagai kompos atau biogas. Namun, kurangnya pengetahuan dan
pelatihan menghambat pengembangan lebih jauh dari pengelolaan limbah yang
produktif semacam itu. Walaupun adanya pasar yang relatif besar untuk
produk-produk daur ulang, hanya sebagian kecil dari limbah tersebut yang didaur
ulang (Bank Dunia, 2003).
Persoalan yang dijelaskan di atas masih dalam lingkup
persoalan yang berhubungan dengan masalah limbah industri saja. Buruknya
pengelolaan lingkungan hidup berdampak buruk terhadap perekonomian dan
masyarakat miskin. Belum lagi persoalan penebangan hutan yang merusak
lingkungan kita. Laju kerusakan hutan akibat illegal logging (penebangn liar) yang telah berlangsung puluhan
tahun membuat situasi kehutanan Indonesia ini sudah mencapai fase yang gawat.
Kerusakan hutan di Indonesia telah mencapai titik kritis. Pada periode 1990
hingga 2001 laju deforestisasi (penebangan
hutan) mencapai dua juta hektar pertahun. Angka ini meningkat dua kali lipat
dibanding 1980-an. Akibatnya, dalam 50 tahun terakhir, tutupan hutan di
Indonesia berkurang dari 162 juta hektare menjadi 98 juta hektare. Dengan laju
deforestasi seperti itu, bukan tidak mungkin hutan tropis di Indonesia yang
dianggap sebagai salah satu paru-paru dunia akan lenyap. Hutan basah di
Sumatra, di Kalimantan dan di Papua Barat akan punah menyusul pembalakan liar
yang sudah terjadi tidak bisa dihentikan, bahkan cenderung meningkat
intensitasnya.
Deforestisasi mengancam, salah satunya akibat dari
awal pengelolaan hutan di Indonesia telah bermasalah. Pengelolaan hutan di
Indonesia diserahkan Pemerintah kepada perusahaan-perusahaan swasta yang mengajukan ijin pengelolaan. Pengelolaan
oleh swasta dengan pemberian ijin pemanfaatan dan pengelolaan seperti HPH
inilah yang meluluh lantakan hutan hijau kita.
Pemerintah melalui Departemen Kehutanan memberikan hak
konsesi untuk jangka waktu tertentu, Hak Pegusaha Hutan atau lebih dikenal HPH
melakukan penebangan dan penanaman berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku seperti UU Pokok Kehutanan No. 5 Tahun 1967 dan segala peraturan di
bawahnya ini jugalah yang akhirnya sebagain besar hutan kita dibagi-bagi semau
hati penguasa kepada pengusaha, seakan-akan milik nenek moyangnya saja, habis
dibagi-bagi kepada perusahaan-perusahaan besar kehutanan. Sejak itu, lalu
kerusakan hutan tak terbendung, kuantitas dan intensitas penebangan liar di
Indonesia meningkat tajam. Semakin susah kita melihat hutan lestari. Jika
dahulu kalau berjalan ke daerah pedalaman, sepanjang jalan masih ditemukan
hutan hijau dengan segala keanekaragamannya seperti binatang-binatang yang
masih bisa berkeliaran dengan damai, maka sekarang jangan tanya. Melihat lutung
saja sudah susah. Para pelaku pembalakan liar itu melakukan aksinya dengan
memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Yaitu pertama, permintaan kayu di dalam
dan di luar negeri yang melebihi pasokannya secara lestari dan tidak
memperhatikan legalitasnya. Kedua, kemiskinan penduduk di sekitar hutan
dimanfaatkan. Ketiga, masih belum baiknya sistem pemerintahan dan penegakan
hukum di Indonesia. Sehingga hampir semua perusahaan besar dan pengusaha nakal
terlibat pembalakan liar ini (Handoko, 2007).
Dimensi
Ekologi Ekonomi
Persepsi bahwa lingkungan kita sudah mengalami luka
yang serius, dan karena itu, tidak dapat menyokong masa depan manusia, menuntut
kita untuk tidak hanya mengubah cara hidup kita, tetapi lebih dari itu, memaksa
kita untuk melakukan perubahan dalam cara kita dalam menangani masalah ekonomi.
Pemahaman yang tepat atas masalah, akan mendorong kita untuk melihat antara
ekonomi dan ekologi, antara aktivitas ekonomi dan tuntutan ekologis.
Pemikiran ini, sebenarnya dalam sejarah ekonomi,
tidaklah baru. John Ruskin, antara lain, lebih lama berfikir bahwa ekonomi
harus dibangun atas dasar kehidupan. Begitu juga dengan Georgescu-Roegen, yang
mencoba melihat ekonomi sebagai sub-sistem biosfer yang terbuka. Menurut
pandangan ini, ekonomi tidak hanya terdiri dari proses produksi, distribusi,
dan konsumsi, melainkan justru dalam kegiatan tersebut, ekonomi melibatkan
banyak segi lain yang selama ini tidak pernah dihitung dengan baik. Faktor
nonekonomi yang dimaksud adalah faktor ekologis. Kita boleh menyebutnya sebagai
faktor eko-ekonomi.
Faktor eko-ekonomi yang dimaksud adalah: energi alam,
modal alam, dan kepentingan masa depan. Alam merupakan faktor pertama dari
eko-ekonomi. Yang termasuk disini adalah minyak, gas, tanah, air tanah, hutan,
persediaan ikan, dan lain sebagainya. Sebuah ekonomi yang baik dari segi
eko-ekonomi, karena itu, adalah ekonomi yang memberi perhatian pada biaya
kerusakan lingkungan, penghutanan kembali, biaya pemurnian minyak, dan biaya
kesehatan lingkungan. Semua kegiatan produksi dan distribusi menuntut perhatian
dan biaya kerusakan lingkungan.
Faktor kedua adalah modal alam dan modal buatan
manusia (mesin). Sejak Adam Smith dan Marx, mesin memainkan peranan yang amat
penting dalam proses produksi. Tetapi, mesin ternyata tidak dapat menggantikan
peranan modal alam. Gagasan substitutability,
suatu gagasan yang menegaskan bahwa mesin dapat menggantikan modal alam,
merupakan sebuah gagasan yang secara mendasar cacat. Yang benar adalah mesin
dan alam merupakan dua modal produksi yang saling berkaitan satu sama lain. H.
Daly, secara sinis menegaskan bahwa gagasan substitutability
tidak dapat dipertahankan, dan kalau toh bisa dipertahankan, yang harus
dipertahankan adalah gagasan bahwa alam harus menggantikan mesin. “There would have been no reason to
accumulate man-made capital in the first place, since we are endowed by nature
with a near perfect substitute.” Dengan tesis ini, Daly menjelaskan bahwa
sumber daya alam seperti minyak dan batu bara dapat dilihat sebagai bahan baku,
dan kerja, modal, dan mesin dapat mengubah bahan mentah tersebut dalam proses
produksi. Karena, alam juga merupakan modal yang penting dalam proses produksi,
maka, untuk mempertahankan keberlangsungan proses produksi, kita harus dapat
menahan diri dalam proses produksi. Dengan kata lain, seorang menangkap ikan,
yang memiliki semua peralatan modern, sebaiknya tidak menangkap begitu banyak
ikan, bukan karena teknologinya yang tidak memadai, tetapi karena tidak ada
ikan lebih banyak lagi. Setiap menangkap ikan harus mengerti bahwa ikan
membutuhkan waktu untuk berkembang dalam populasi yang memadai sehingga dapat
ditangkap dan dikonsumsi. Semua pihak, yang menanamkan investasinya yang
berhubungan dengan modal alam, harus dapat menahan diri untuk tidak
mengkonsumsi alam habis-habisan, dengan demikian, persediaan alam tetap ada.
Faktor eko-ekonomi yang ketiga adalah waktu atau masa
depan. Dalam praktek bisnis, waktu telah menjadi pertimbangan penting. Banyak
kredit yang diluncurkan bank ke masyarakat, sebenarnya tidak lain dari usaha
untuk menarik masa depan ke masa kini. Kebijakan ini ternyata efektif, karena
kibijakan ini tidak hanya menguntungkan para nasabah bank, tetapi, kelangsungan
bisnis bank juga dipertahankan berkat bunga bank yang masuk akal. Tetapi,
kelangsungan bisnis juga menuntut keadilan: bersikap adil terhadap generasi
yang akan datang dan mutu hidup generasi yang akan datang. Karena itu, suatu
bisnis yang baik dalam perspektif eko-ekonomi adalah bisnis yang memiliki
jangkauan masa depan; ia tidak hanya mendasarkan diri pada preferensi individu
sekarang, tetapi juga harus memberi perhatian pada preferensi komunitas dan
sejarahnya. Kelangsungan alam tidak dapat dijamin dengan ekonomi bermotif
individualistis, melainkan hanya berkembang
dalam ekonomi sosial yang sensitif terhadap kesejahteraan bersama.
Konsep
Pembangunan Berkelanjutan
Hubungan antara ekonomi dan ekologi secara programatis
dapat direalisasikan dalam sebuah konsep pembangunan yang berkelanjutan. Konsep
ini bertujuan untuk memberi bobot yang sama bagi tiga aspek pembangunan, yaitu
aspek ekonomi, aspek sosial budaya, dan aspek lingkungan hidup. Dengan gagasan
ini, pertumbuhan ekonomi tidak lagi dapat dilihat sebagai satu-satunya kriteria
bagi keberhasilan pembangunan, melainkan bahwa pembagunan yang sehat harus juga
menyentuh dimensi sosial dan lingkungan. Jika hanya memperhatikan pertumbuhan
ekonomi saja, pembangunan suatu negara hanya akan meninggalkan ongkos sosial,
dan lingkungan yang tidak terbayarkan, seperti kemiskinan yang menjadi-jadi di
banyak negara berkembang, penyakit yang berkaitan dengan mutu kehidupan yang
semakin menurun sebagai akibat dari kerusakan lingkungan hidup, dan kehancuran
budaya masyarakat. Maka, gagasan pembangunan berkelanjutan di satu sisi
merupakan kritik terhadap gagasan pertumbuhan ekonomi, pada pembangunan sosial
budaya dan lingkungan.
Sebagai gagasan normatif, gagasan ini mengandung tiga
prinsip. Yang pertama adalah prinsip demokrasi. Prinsip ini menjelaskan, bahwa
pembangunan dilaksanakan sebagai perwujudan kehendak bersama seluruh rakyat dan
demi kepentingan bersama rakyat. Yang kedua, adalah prinsip keadilan. Prinsip
ini menjamin bahwa semua orang dan kelompok masyarakat memperoleh peluang yang
sama untuk ikut dalam proses pembangunan dan kegitan produktif. Dan, prinsip
ketiga adalah prinsip keberlanjutan. Prinsip ini menjelaskan bahwa kegiatan
ekonomi harus membuka dirinya pada berbagai sumber sosial budaya dan lingkungan
yang memiliki interaksi yang rumit.
Dengan kata lain, gagasan pembangunan berkelanjutan
merupakan sebuah gagasan normatif, yang memberi ruang diskursif bagi
pertimbangn dan tuntutan ekologi. Menurut gagasan ini, jika ilmu ekonomi
merupakan suatu ilmu yang perlu bagi kesejahteraan manusia, ia harus
menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan. Dengan alasan ini, persoalan
ekonomi yang mendasar tidak lagi mengubah suatu masyarakat pertanian menjadi
masyarakat industri sebagai mana yang biasa dibayangkan oleh ekonomimetri,
melainkan melakukan redistribusi berbagai sumberdaya alam, pendapatan, dan
kekayaan bersama, sehingga jumlah kemiskinan dikurangi, dan tingkat persamaan,
kebebasan, dan kesejahteraan bersama, diangkat. Untuk mencapai tujuan tersebut,
fokus ekonomi harus diarahkan pada kebutuhan dan keadilan, tidak semata-mata
pada kebutuhan individual konsumen. Dalam ekonomi global, keadilan sosial harus
dapat mengatasi kepentingan nasional, dan merefleksikan aspirasi kemanusiaan
sebagai keseluruhan, baik kemanusiaan dari kita yang hidup dalam ruang bumi
yang terbatas ini, maupun dari mereka yang menjadi generasi mendatang.
Melihat kondisi
saat ini dan kasus-kasus yang bermunculan diberbagai media, perjalanan
perusahaan di Indonesia saat ini masih jauh dalam mengedepankan arti pentingnya
masalah lingkungan. Oleh karena itu, diharapkan dimasa mendatang agar
perusahaan-perusahaan mulai menempatkan masalah lingkungan menjadi hal yang
utama dan memberikan pertanggung jawaban dan pengungkapan lingkungan dalam
laporan keuangan mereka sehingga dapat ditarik benang merah antara perusahaan, stakeholders dan masyarakat.
Tujuan
Konsep Akuntansi Lingkungan
Tujuan dari akuntansi lingkungan adalah untuk meningkatkan jumlah
informasi relevan yang dibuat bagi mereka yang memerlukan atau dapat
menggunakannya. Keberhasilan akuntansi lingkungan tidak hanya tergantung pada ketetapan
dalam menggolongkan semua biaya-biaya yang dibuat perusahaan. Akan tetapi
kemampuan dan keakuratan data akuntansi perusahaan dalam menekan dampak
lingkungan yang ditimbulkan dari aktifitas perusahaan. Tujuan lain dari pentingnya
pengungkapan akuntansi lingkungan berkaitan dengan kegiatan-kegiatan konservasi
lingkungan oleh perusahaan maupun organisasi lainnya yaitu mencakup kepentingan
organisasi publik dan perusahaan-perusahaan publik yang bersifat lokal.
Pengungkapan ini penting terutama bagi para stakeholders
untuk dipahami, dievaluasi dan dianalisis sehingga dapat memberikan dukungan
bagi usaha mereka. Oleh karena itu, akuntansi lingkungan selanjutnya menjadi
bagian dari suatu sistem sosial perusahaan. Di samping itu, maksud dan tujuan
dikembangkannya akuntansi lingkungan antara lain meliputi:
1. Akuntansi lingkungan merupakan sebuah alat manajemen
lingkungan.
2. Akunansi lingkungan sebagai alat komunikasi dengan
masyarakat.
Sebagai alat manajemen lingkungan, akuntansi
lingkungan digunakan untuk menilai keefektifan lingkungan juga digunakan untuk
menentukan biaya fasilitas pengelolaan lingkungan, biaya keseluruhan konservasi
lingkungan dan juga investasi yang diperlukan untuk kegiatan pengelolaan
lingkungan. Selain itu, akuntansi lingkungan juga digunakan untuk menilai
tingkat pengeluaran dan capaian tiap tahun untuk menjamin perbaikan kinerja
lingkungan yang harus berlangsung terus menerus.
Secara garis besar, keutamaan penggunaan konsep
akuntansi lingkungan bagi perusahaan adalah kemampuan untuk meminimalisasi
persoalan-persoalan lingkungan yang dihadapi. Banyak perusahaan besar industri
dan jasa yang kini menetapkan akuntansi lingkungan. Tujuannya adalah
meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian
kegiatan lingkungan dari sudut pandang biaya (environmental cost) dan manfaat atau efek (economic benefit). Akuntansi lingkungan diterapkan oleh berbagai
perusahaan untuk menghasilkan penilaian kuantitatif tentang biaya dan dampak
perlindungan lingkungan (environmental
protection). Ada beberapa perusahaan jasa yang menawarkan jasa mereka untuk
menyususun panduan akauntansi lingkungan bagi perusahaan-perusahaan besar.
Misalnya, perusahaan elektronik Jepang Fujitsu menyewa
jasa perusahaan konsultasi akuntansi akuntan untuk menyususn panduan akuntansi
lingkungan (environmental accounting
guidelines) sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan oleh Kementrian
lingkungan hidup Jepang. Namun mereka menambahkan beberapa item-item baru dengan
tujuan untuk mendapatkan akuntansi lingkungan hidup yang lebih efisien. Selain
itu penggunaan teknologi informasi juga memungkinkan arus informasi dari
pabrik-pbrik mereka di seluruh dunia berjalan tanpa penundaan. Hasilnya
kesadaran lingkungan diantara para pekerja meningkat, upaya mengurangi biaya
berhasil baik dan terdapat hasil positif tentang penanganan persoalan lingkungan
serta pengurangan dampak negatif lingkungan yang didukung oleh
perusahaan-perusahaan dan anak perusahaan diseluruh dunia.
Banyaknya perhatian mengenai persoalan lingkungan
menjadi penting untuk mempertimbangkan akuntansi lingkungan dalam mengungkapkan
informasi agar data akuntansi lingkungan yang dibuat dan dipublikasikan sesuai
dengan tingginya tingkat perbandingan. Panduan yang dibuat juga diharapkan
mampu menjamin pengungkapan informasi yang diambil ketika mempertimbangkan
kebutuhan-kebutuhan dari berbagai stakeholder.
Guna mencapai keberhasilan dalam menerapkan akuntansi lingkungan bagi
perusahaan-perusahaan. Pertama dan utama sekali yang perlu diperhatikan
manajemen perusahaan adalah adanya kesesuaian antara evaluasi yang dibuat
perusahaan terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan. Langkah kedua, yaitu
menentukan apa yang menjadi target perusahaan dengan cara mengidentifikasi
faktior-faktor utama yang berdampak pada lingkungan perusahaan serta menyusun
suatu perencanaan untuk mengurangi dampak lingkungan. Langkah ketiga, memilih
alat ukur yang sesuai dalam menentukan persoalan lingkungan. Langkah keempat,
menentukan penilaian administrasi untuk menetapkan masing-masing target segmen.
Langkah kelima, menghasilkan segmen akuntansi untuk mengukur masing-masing
divisi perusahaan. Langkah keenam, melakukan pengujian masing-masing divisi.
Langkah terakhir adalah melakukan telaah kerja. Pada telaah kerja diharapkan
dapat menghasilkan segmen akuntansi yang dapat mendukung prestasi manajemen
lingkungan masing-masing divisi.
Sebagi alat komunikasi dengan publik, akuntansi
lingkungan digunakan untuk menyampaikan dampak negatif lingkungan, kegiatan
konservasi lingkungan dan hasilnya kepada publik. Tangapan dan pandangan
terhadap akuntansi lingkungan dari berbagai pihak, pelanggan dan masyarkat
digunakan sebagai umpan balik untuk mengubah pendekatan perusahaan dalam
pelestarian atau pengelolaan lingkungan. Di dalam akuntansi lingkungan ada
beberapa komponen pembiayaan yang harus dihitung, misalnya:
1.
Biaya
operasionalisasi bisnis yang tediri dari biaya depresiasi fasilitas lingkungan,
biaya memperbaiki fasilitas lingkungan, jasa atau pembayaran (fee) kontrak untuk menjalankan
fasilitas pengelolaan lingkungan, biaya tenaga kerja untuk menjalankan
operasionalisasi fasilitas pengelolaan lingkungan serta biaya kontrak untuk
pengelolaan limbah (recycling).
2.
Biaya daur ulang
yang dijual, atau biasa juga disebut dengan “Cost
incurred by upstream and down-stream business operations”.
3.
Biaya penelitian
dan pengembangan (Litbang) yang terdiri dari biaya total untuk material dan
tenaga ahli, tenaga kerja lain untuk pengembangan material yang ramah
lingkungan, produk dan fasilitas pabrik.
Latar
Belakang Akuntansi Lingkungan
Konsep akuntansi lingkungan sebenarnya sudah mulai
berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Pesatnya perkembangn konsep ini
didasarkan pada banyaknya tekanan dari lembaga-lembaga bukan pemerintah (non-government), serta meningkatnya
kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat luas yang mendesak agar
perusahaan-perusahaan menerapkan pengelolaan lingkungan bukan hanya kegiatan
industri demi bisnis saja. Namun sampai dengan pertenggahan tahun 1990-an
konsep atau kata ini tidak banyak di dengar termasuk di Jepang. Pada
pertenggahan tahun 1990-an komite standar akuntansi internasional (the international standard committee
/IASC) mengembangkan konsep tentang prinsip-prinsip akuntansi internasional.
Termasuk di dalamnya pengembangan akuntansi lingkungan dan audit hak-hak azasi
manusia. Di samping itu, standar industri juga semakin berkembang dan auditor
profesional seperti the American
Institute of Certified Public Auditors (AICPA) mengeluarkan prinsip-prinsip
universal tentang audit lingkungan (environmental
audits).
Pada tahun 1990 Badan Lingkungan Hidup Jepang (The Environmental Agency) yang kemudian
berubah menjadi Kementrian Lingkungan Hidup (Ministry
of Environmental/MOE) mengeluarkan panduan akuntansi lingkungan (environmental accounting guidelines)
pada bulan Mei tahun 2000. Panduan ini
disempurnakan lagi tahun 2002 dan 2005. Semua perusahaan di Jepang diwajibkan
menerapkan akuntansi lingkungan. Perusahaan-perusahan besar Jepang seperti Fuji
Xerox mulai menempatkan posisi akuntansi lingkungan (environmental accounting) sederajat dengan akuntansi keuangan. Kini
semakin banyak perusahaan-perusahaan di Jepang sudah menerapkan akuntansi
lingkungan sesuai dengan peraturan perundangan dan petunjuk dikeluarkan oleh
Kementrian Lingkungan Hidup Jepang. Sebut saja NEC, Fuji, Xerox, Hitachi,
Chugai Pharmeceutical Company, Honda, Canon, Seiko, Panasonic, Nikon, Komatsu
dan sebagainya (Djogo, 2006).
Ditambahkan Djogo yang mengatakan bahwa sejak tahun
1999, Kementrian Lingkungan Hidup Jepang telah terlibat menjadi salah satu
anggota tim ahli tentang the
“Government’s role in promoting environmental management accounting” initiated
by United Nation Division for Sustainable Development (UNDSD) Environmental
Management Initiative. Dalam kesempatan ini, menteri lingkungan hidup Jepang
menangkap kecenderungan penerapannya di seluruh dunia dan meyampaikan
pengalaman praktek akuntansi lingkungan hidup di Jepang. Di samping itu, Jepang
juga terlibat dalam jaringan akuntansi manajemen lingkungan asia pasifik (Environmental Management Accounting
Network-Asia Pacific / EMAN-AP) sebuah jaringan yang terdiri dari peneliti
dan praktisi akuntansi lingkungan dari 14 negara berkembang di kawasan Asia
Pasifik. Jaringan ini didirikan pada September tahun 2001 dengan misi untuk
memperkenalkan dan meyebarluaskan penggunaan metode akuntansi manajemen
lingkungan serta memberikan sumbangan atau dukungan pada pembangunan
berkelanjutan di Asia Pasifik. Koordinasi di Jepang dipegang oleh the Institute
for Global Environmental Strategies (IGES) the Kansai Research Center.
Pada pertenggahan tahun 1990-an ketika istilah
akuntansi lingkungan belum terlalu dikenal masyarakat luas, hanya beberapa
perusahaan saja yang mula-mula menerapkannya dengan mengungkapkan permasalahn
lingkungan walaupun sebenarnya perusahaan Canon sudah mulai menerapkan
akuntansi lingkungan pada tahun 1983. Hal ini berkaitan dengan keterbukaan
perusahaan untuk mengungkapkan informasi
lingkungan sebagai dampak dari kegiatan industri atau bisnis mereka.
Selanjutnya, pada tahun 1998 jumlah perusahaan yang menerapkan akuntansi
lingkungan meningkat dari 10.4 persen menjadi 20.9 persen pada tahun 1999 dan
meningkat mencapai 27.0 persen di tahun 2000. Dari jumlah ini 17.3 persen sudah
menerapkan dan memperkenalkan akuntansi lingkungan dan 34 persen sedang
mempertimbangkan akan segera menerapkannya. Peningkatan penggunaan akuntansi
lingkungan oleh kementrian lingkungan hidup Jepang.
Latar belakang pentingnya akuntansi lingkungan pada
dasarnya menurut kesadaran penuh perusahaan-perusahaan maupun organisasi
lainnya yang telah mengambil manfaat dari lingkungan. Manfaat yang diambil
ternyata telah berdampak pada maju dan berkembangnya bisnis perusahaan. Oleh
karena itu, penting bagi perusahaan-perusahaan atau organisasi lainnya agar
dapat meningkatkan usaha dalam mempertimbangkan konservasi lingkungan secara
berkelanjutan. Usaha yang dibuat tentunya berkaitan dengan akuntansi lingkungan
yang merupakan bagian dari aktivitas bisnis mereka. Salah satu usaha tersebut
adalah memasukkan anggaran lingkungan pada laporan keuangan dan
pertanggungjawaban perusahaan. Laporan keuangan merupakan bagian dari data
perusahaan. Data akuntansi lingkungan tidak hanya digunakan oleh perusahaan
atau internal organisasi lainnya, tetapi juga digunakan untuk seluruh publik.
Ada beberapa alasan kenapa perusahaan perlu untuk mempertimbangkan pengadopsian
akuntansi lingkungan sebagai bagian dari sistem akuntansi perusahaan, antara
lain:
1.
Memungkinkan
secara signifikan mengurangi dan menghapus biaya-biaya lingkungan.
2.
Biaya dan manfaat
lingkungan mungkin kelihatannnya melebihi jumlah nilai rekening/akun.
3.
Memungkinkan
pendapatan dihasilkan dari biaya-biaya lingkungan.
4.
Memperbaiki
kinerja lingkungan perusahaan yang selama ini mungkin mempunyai dampak negatif
terhadap kesehatan manusia dan keberhasilan bisnis perusahaan.
5.
Diharapkan
menghasilkan biaya atau harga yang lebih akurat terhadap produk dari proses
lingkungan yang diinginkan.
6.
Memungkinkan
keuntungan yang lebih bersaing sebagai mana pelanggan mengharapkan produk/jasa
lingkungan yang lebih bersahabat.
7.
Dapat mendukung
pengembangan dan jalannya sistem manajemen lingkungan yang menghendaki aturan
untuk beberapa jenis perusahaan.
Di Indonesia Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang
menjadi wadah profesi Akuntan kelihatannya masih belum ada perhatian serius
sehubungan dengan pengembangan dan penetapan prosedur standar akuntansi
lingkungan untuk dapat dijadikan sebagai pedoman bagi perusahaan-perusahaan
dalam membuat pelaporan akuntansi lingkungannya. IAI yang agak sedikit berjalan
lamban dan terlambat dalam menyikapi perkembangan akuntansi dan dunia bisnis
saat ini. Persoalannya mungkin banyak fungsionaris IAI yang menjadi konsultan maupun sebagai
auditor eksternal perusahaan sehingga prioritas utama cenderung bagaimana
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan atau untuk kepentingan
pribadi sekalipun mengabaikan aspek lingkungan. Diharapkan IAI kedepannya mampu
untuk merumuskan pedoman akuntanis lingkungan Indonesia untuk dapat diterapkan
oleh perusahaan maupun oleh organisasi lainnya.
Pentingnya
Akuntansi Lingkungan
Istilah akuntansi lingkungan mempunyai banyak arti dan
kegunaan. Akuntansi lingkungan dapat mendukung akuntansi pendapatan, akuntansi
keuangan maupun bisnis internal akuntansi manajerial. Fokus utamanya,
didasarkan pada penerapan akuntansi lingkungan sebagai suatu alat komunikasi
manajerial untuk pengambilan keputusan bisnis internal. Akuntansi lingkungan (Environmental Accounting atau EA)
merupakan istilah yang berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan (environmental costs) ke dalam praktek
akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Biaya lingkungan adalah dampak
yang timbul dari sisi keuangan maupun non-keuangan yang harus dipikul sebagai
akibat dari kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan.
Djogo (2006) mengatakan bahwa akuntansi atau dulu
sering disebut tata buku (accounting) merupakan
kegiatan yang menyediakan informasi yang biasanya bersifat kuantitatif dan
disajikan dalam satuan keuangan, untuk pengambilan keputusan, perencanaan,
pengendalian sumber daya, operasi, penilaian prestasi lembaga atau perusahaan
dan laporan keuangan kepada investor, kreditor, dan instansi yang berwenang
melakukan pengawasan atau pemeriksaan keuangan dan juga memberikan laporan
kepada masyarakat. Contoh laporan yang berkaitan dengan pengungkapan laporan
keuangan kepada masyarakat adalah neraca keuangan sebuah bank atau perusahaan
yang disajikan di media masa seperti koran.
Akuntansi adalah sebuah kegiatan profesional, oleh
karena itu para akuntan profesional dibayar untuk melakukan pengauditan.
Akuntan ini bisa saja akuntan intern di sebuah lembaga, akuntan pemerintah atau
akuntan publik. Ada juga yang disebut akuntan kepentingan publik (public interest accountant)yang
menyediakan jasa akuntan kepada orang atau lembaga yang tidak mampu membayar
akuntan publik profesional.
Panduan yang menjadi tolok ukur pentingnya akuntansi
lingkungan berkaitan dengan pertanggungjawaban akuntansi lingkungan itu
sendiri. Manajemen kuantitatif dari kegiatan konservasi lingkungan merupakan
suatu cara yang paling efektif untuk mencapai keberhasilan dan perbaikan
manajemen bisnis. Dengan kata lain, di dalam menyelesaikan kegiatan konservasi
lingkungan, sebuah perusahaan atau organisasi lainnya dapat secara akurat mengidentifikasi
dan mengukur investasi dari biaya-biaya yang berhubungan dengan kegiatan
konservasi lingkungan, dan dapat mempersiapkan serta melakukan analisa data.
Dengan pengertian yang mendalam dan lebih baik, manfaat potensial dari
investasi serta biaya ini bagi perusahaan tidak hanya memperbaiki efisiensi
dari kegiatan-kegiatannya, melainkan akuntansi lingkungan juga memainkan peran
penting dalam mendukung pengambilan keputusan rasional.
Di samping itu, perusahaan-perusahaan dan organisasi
lainnya diperlukan untuk mempunyai pertanggungjawaban bagi stakeholder, ketika sumber daya lingkungan digunakan (barang-barang
publik) untuk kegiatan bisnis mereka. Adapun stakeholders dalam hal ini dapat saja berupa pelanggan, rekan
bisnis, investor, penduduk lokal, karyawan dan administrasi. Pengungkapan
informasi lingkungan ini merupakan proses kunci dalam pertanggungjawaban kinerja.
Akibatnya, akuntansi lingkungan membantu perusahaan-perusahaan dan organisasi
lainnya menaikkan kepercayaan dan keyakinan mereka sehubungan dengan penerimaan
penilian yang lebih adil.
Oleh karena itu, Akuntansi lingkungan didefinisikan
sebagai pencegahan, pengurangan dan atau penghindaran dampak terhadap
lingkungan, bergerak dari beberapa kesempatan, dimulai dari perbaikan kembali
kejadian-kejadian yang menimbulkan bencana atas kegiatan-kegiatan tersebut.
Dampak lingkungan merupakan beban terhadap lingkungan dari operasi bisnis atau
kegiatan manusia lainnya yang secara potensial merupakan duri yang dapat merintangi pemeliharaan lingkungn yang
baik. Istilah akuntansi lingkungan sering digunakan di dalam literatur
akuntansi maupun manajemen lingkungan. Kebanyakan literatur akuntansi dan
manajemen lingkungan menjelaskan bahwa akuntansi lingkungan adalah suatu
istilah yang lebih luas sehubungan dengan ketetapan dari pencapaian informasi
lingkungan oleh para stakeholders
baik di dalam maupun di luar organisasi.
Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat
atau United States Environment Protection Agency (US EPA) akuntansi lingkungan
adalah:
“Suatu fungsi penting tentang akuntansi lingkungan
adalah untuk mengambarkan biaya-biaya lingkungan supaya diperhatikan oleh para stakeholders perusahaan yang mampu
mendorong dalam pengidentifikasian cara-cara mengurangi atau menghindar
biaya-biaya ketika pada waktu yang bersamaan sedang memperbaiki kualitas
lingkungan”
Badan
perlindungan Amerika Serikat atau United States Environmental Protection Agency
[EPA] menambahkan lagi bahwa akuntansi lingkungan dibagi lagi menjadi dua
dimensi utama. Pertama,akuntansi
lingkungan merupakan biaya yang secara langsung berdampak pada perusahaan
secara keseluruhan (dalam hal ini disebut dengan istilah “biaya pribadi”). Kedua, akuntansi lingkungan juga
meliputi biaya-biaya individu, masyarakat maupun lingkungan suatu perusahaan
yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Akuntansi lingkungan menjadi hal yang penting untuk
dapat dipertimbangkan dengan sebaik mungkin karena akuntansi lingkungan
merupakan bagian akuntansi atau sub bagian akuntansi. Alasan yang mendasarinya
adalah mengarah pada keterlibatannya dalam konsep ekonomi dan informasi
lingkungan. Akuntansi lingkungan juga merupakan suatu bidang yang terus
berkembang dalam mengidentifikasi pengukuran-pengukuran dan mengkomunikasikan
biaya-biaya aktual perusahaan atau dampak potensial lingkungannya. Biaya ini
meliputi biaya-biaya pembersihan atau perbaikan tempat-tempat yang
terkontaminasi, biaya pelestarian lingkungan, biaya hukuman dan pajak, biaya
pencegahan polusi teknologi dan biaya manajemen pemborosan.
Sistem akuntansi lingkungan terdiri atas lingkungan
akuntansi konvensional dan akuntansi ekologis. Akuntansi lingkungan
konvensioanl mengukur dampak-dampak dari lingkungan alam pada suatu perusahaan
dalam istilah-istialah keuangan. Sedangkan akuntansi ekologis mencoba untuk
mengukur dampak suatu perusahaan berdasarkan lingkungan, tetapi pengukuran
dilakukan dalam bentuk unit fisik (sisa barang produksi dalam kilogram,
pemakaian energi dalam kilojoules), akan tetapi standar pengukuran yang
digunakan bukan dalam bentuk satuan keuangan.
Sedangkan lingkup akuntansi lingkungan dibagi menjadi
dua bagian. Bagian pertama didasarkan pada kegiatan akuntansi lingkungan suatu
perusahaan baik secara nasional maupun secara regional. Bagian dua berkaitan
dengan akuntansi lingkungan unruk perusahaan-perusahaan dan organisasi lainnya.
Pada dasarnya penjelasan mengenai konsep akuntansi lingkungan harus meliputi
beberapa faktor berikut, antara lain:
1.
Biaya konservasi
lingkungan (diukur dengan menggunakan nilai satuan uang).
2.
Keuntungan
konservasi lingkungan (diukur dengan unit fisik).
3.
Keuntungan
ekonomi dari kegiatan konservasi lingkungan (diukur dengan nilai satuan
uang/rupiah).
Fungsi Dan
Peran Akuntansi Lingkungan
Pentingnya penggunaan akuntansi lingkungan bagi perusahaan atau
organisasi lainnya dijelaskan dalam fungsi dan peran akuntansi lingkungan.
Fungsi dan peran ini dibagi ke dalam dua bentuk. Fungsi pertama disebut dengan
fungsi internal dan fungsi kedua
disebut fungsi eksternal. Masing-masing fungsi tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut.
Fungsi
Internal
Fungsi
internal merupakan fungsi yang berkaitan dengan pihak internal perusahaan
sendiri. Pihak internal adalah pihak yang menyelenggarakan usaha, seperti rumah
tangga konsumen dan rumah tangga produksi maupun jasa lainnya. Adapaun yang
menjadi aktor dan faktor dominan pada fungsi internal ini adalah pemimpin
perusahaan. Sebab pimpinan perusahaan merupakan orang yang bertanggungjawab
dalam setiap pengambilan keputusan maupun penentuan sikap kebijakan internal
perusahaan. Sebagaimana halnya dengan sistem informasi lingkungan perusahaan,
fungsi internal memungkinkan untuk mengatur biaya konservasi lingkungan dan
menganalisis biaya dari kegiatan-kegiatan konservasi lingkungan yang efektif
dan efisien serta sesuai dengan pengambilan keputusan. Dalam fungsi internal
ini diharapkan akuntansi lingkungan berfungsi sebagai alat manajemen bisnis
yang dapat digunakan oleh manajer ketika berhubungan dengan unit-unit bisnis.
Fungsi Eksternal
Fungsi
eksternal merupakan fungsi yang berkaitan dengan aspek pelaporan keuangan. SFAC
No. 1 menjelaskan bahwa pelaporan keuangan memberikan informasi yang bermanfaat
bagi investor dan kreditor, dan pemakai lainnya dalam mengambil keputusan investasi,
kredit, dan yang serupa secara rasional. Informasii tersebut harus bersifat
komprehensif bagi mereka yang memiliki pemahaman yang rasional tentang kegiatan
bisnis dan ekonomi dan memiliki kemauan untuk mempelajari informasi dengan cara
yag rasioanal (pafagraf 34).
Pada fungsi ini faktor yang penting diperhatikan
perusahaan adalah pengungkapan hasil dari kegiatan konservasi lingkungan dalam
bentuk data akuntansi. Informasi yang diungkapkan meupakan hasil yang diukur
secara kuantitatif dari kegiatan konservasi lingkungan. Termasuk di dalamnya
adalah informasi tentang sumber-sumber tersebut (kewajiban suatu perusahaan
untuk meyerahkan sumber-sumber pada entitas lain atau pemilik modal), dan pengaruh
transaksi, peristiwa, dan kondisi yang mengubah sumber-sumber ekonomi dan klaim
terhadap sumber tersebut.
Fungsi eksternal memberi kewenangan bagi perusahaan
untuk mempengaruhi pengambilan keputusan stakeholders, seperti pelanggan, rekan
bisnis, investor, penduduk lokal perusahaan maupun bagian administrasi. Oleh
karena itu, perusahaan harus memberikan informasi tentang bagaimana manajemen
mempertanggungjawabkan pengelolaan kepada pemilik atas pemakaian sumber ekonomi
yang dipercayakan kepadanya. Diharapkan dengan publikasi hasil akuntansi
lingkungan akan berfungsi dan berarti bagi perusahaan dalam memenuhi
partanggungjawaban serta transparansi mereka bagi para stakeholders yang secara simultan sangat berarti untuk kepastian
evaluasi dari konservasi lingkungan.
Perhatian stakeholders
mengenai informasi lingkungan perusahaan dan organisasi lainnya berubah-ubah
menurut keinginan para stakeholders
itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa investor, rekan bisnis, institusi keuangan
sebagain besar memusatkan perhatian mereka berdasarkan pada pandangan nilai
perusahaan dari perspektif aspek keuangan perusahaan atau organisasi lainnya.
Akibanya, mereka dihadapkan pada isu-isu seperti efektivitas investasi dari
biaya konservasi lingkungan, apakah hasil investasi cukup sejalan dengan
rencana awal dan dapat diperbandingkan dengan kecenderungan pada perusahaan
lain, dan apakah risiko lingkungan tersembunyi, secara serius dapat
mempengaruhi nilai perusahaan dimasa mendatang sesuai dengan yang diinginkan.
Para stakeholders,
seperti pelanggan, penduduk loka, dan lingkungan LSM diharapkan dapat
menganalisa data akuntansi lingkungan dari perspektif isu-isu yang penuh unsur
resiko, keberadaan dari proaktif kegiatan lingkungan serta apa yang dihasilakan,
dampak rinci dari lingkungan yang tersembunyi dan ukuran pencegahannya, maupun
isu-isu pertanggungjawaban sosial lainnya. Investor dan lembaga keuangan
cenderung menggunakan hal-hal umum, informasi yang terintegrasi seperti dasar
pengambilan keputusan dan melakukan pengujian informasi secar rinci dilakukan
sesuai dengan apa yang semestinya. Sebaliknya, pelanggan dan penduduk lokal
terutama sekali tertarik akan isu-isu menunggu keputusan. Ditambah lagi
investor yang sebelumnya sebagaian besar mengambil fokus pada pendekatan aspek
keuangan perusahaan.
Pada waktu bersamaan, orang-orang yang ada pada
perusahaan seperti manajer dan karyawan secara serius terlibat dalam aspek yang
luas tentang lingkungan dan keuangan. Sebagai contoh, manajer-manajer
diharapkan untuk menganalisa informasi akuntansi lingkungan dari sudut pandang
meningkatnya nilai perusahaan sebagai dasar untuk perbandingan perusahaan dalam
sektor bisnis yang sama, dan juga untuk mencegah kajian dari masalah-masalah
utana perusahaaan yang menciptakan suatu rintangan untuk memperbaiki
nilai-nilai perusahaan. Karyawan menjadi tekait dengan tanggungjawab sosial
perusahaah dan meningatkatnya nilai perusahaan, mereka juga bertanggungjawab
untuk meningkatkan stabilitas organisasi bagi mereka yang menjadi anggota.
Sedangkan perusahaan menjamin kepemilikan serta upah dan gaji karyawan mereka
dan menjamin terlaksananya pemeliharaaan keamanan lingkungan ditempat kerja
mereka. Maka dengan itu, baik fungsi internal mauoun eksternal pada dasarnya
merupakan satu kesatuan utuh (holistic) yang
menghubungkan antara perusahaan dengan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anis Chariri, Imam Ghozali, 2001, Teori Akuntansi, Edisi Pertama, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.
Arfan Ikhsan dan M. Ishak, 2005. Akuntansi Keperilakuan. Penerbit Salemba Empat Jakarta.
Arfan Ikhsan, 2008. Akuntansi Lingkungan. Penerbit
Graha Ilmu Yogyakarta
Daly, H. (ed). Economy,
Ecology, Ethics. San Fransisco: Freeman and Co., 1980
Djuni Pristianto, I Wayan Bambang Wicaksono, Milis
lingkungan sebagai media virtual pengontrol lingkungan hidup.
Frost, G R and Wlimshurst, T D The adaption of environment-related management accounting: an analysis
of corporate environmental sensitivity (Accounting Forum Vol 24, No 4, pp
344-365, Business Source Premier, 2000)
Herwididayatno, 2000, Media Akuntansi, Edisi ke-10, Juni.
Ikatan Ahli Teknik Penyehatan dan Teknik Lingkungan
Indonesia, 2007. Efek rumah kaca,
perubhan iklim dan pemanasan global Agustus26.
Indonesia Expanding Horizon, 2003. Bank Dunia: mengelola lingkungan hidup.
Institute of chartered accounting in Australian;
environmental management accounting, a case study for AMP, 2002.
Karen Shapiro, Mark Stoughton, Robert Graffand Linda
Feng. 2000. Healthy Hospital:
Environmental Improvement Through Environmental Accounting. Submitted to:
US Environmental Protection Agency Office of Prevention, Pesticides and Toxic
Subtance.
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Keraf, Sonny A. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas, 2002
Kompas, 2004. Biaya kesehatan membengkak akibat
polusi, 10 Juni.
Marx, Karl. Das
Kapital, Kritik der Politische Oekonomie, Vol. I. Berlin: Dietz Verlag,
1977
Ministry of the Environment Japan, 2002. Introduction to Environmental Accounting
Guidelines. February.
Ministry of the Environment Japan, 2005. Environmental Accounting Guidelines.
February.
Rudy Handoko, 2007. Deforestasi, rusaknya lingkungan dan lemahnya supremasi hukum, refleksi
kasus pembalakan hutan Kalbar, Agustus.
Shane Johnson, 2004. Environmental management accounting. Accounting, audit and tax
resources.
Smith, Adam. The
Theory of Moral Sentiment. Oxford: Clarendon Press, 1979
__________. The
Wealth of Nations. Vol. I dan Vol. 2. London: J.M. Dent and Sons Ltd., 1960
T. Bachtaruddin, 2003. Struktur teori akuntansi keuangan. Digitized by Usu digital
library.
Tempo Interaktif. 2005. “Penilaian KLH pengaruhi kualitas kredit perusahaan”, Tempo
Interaktif, Jum’at, 08 April 2005.
Tony Djogo, 2006. Akuntansi
lingkungan (environmental accounting). 07 February.
United States Environmental Protection Agency [EPA],
1995. An Introduction to environmental
accounting as a business management tool: key concepts and terms. June.
Uno, Kimio and Bartelmus, Peter. 2004. Environmental Accounting in Theory and
Practice. Kluwer Publisher.
Web site: United Nation Division for Sustainable
Development (UNDSD) environmental management accounting initiative: http://www.un.org/esa/sustdev/estema1.htm.
Web site; Kementrian Lingkungan Hidup Jepang. 2005.
Environmental and Economy Div. of Environmental Policy Bureau, Ministry of the
Environmental http://www.env.go.jp.
Web site: Environmental Management Accounting Network-Asia
Pasific (EMAN-AP) http://www.eman-ap.net/
Zainul Bahri Torong, 2000. Sistem akuntansi biaya untuk menunjang keunggulan jangka panjang
perusahaan dalam persaingan dan dampaknya terhadap materi ajaran akuntansi biaya.
Lecturer Articles USU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar